Aku ingin mengambil saat tenang sejenak, tanpa ditemani siapapun, aku ingin menikmatinya sendirian di tempat yang jauh dari hiruk pikuk ibukota. Agar aku lebih menikmati privacy-ku maka kusuruh Pak Slamet pulang ke rumahnya yang memang di desa sekitar s***** Pak Slamet sudah bekerja di tempat ini sejak papaku membeli vila ini sekitar 7 tahun yang lalu, dengan keberadaannya, vila kami terawat baik dan belum pernah kemalingan.
Usianya hampir seperti ayahku, 50-an lebih, tubuhnya tinggi kurus dengan kulit hitam terbakar matahari. Aku dari dulu sebenarnya berniat mengerjainya, tapi mengingat dia cukup loyal pada ayahku dan terlalu jujur, maka kuurungkan niatku. “Punten Neng, kalau misalnya ada perlu, Bapak pasti ada di rumah kok, tinggal dateng aja” pamitnya.
Setelah Pak Slamet meninggalkanku, aku membereskan semua bawaanku. Kulempar tubuhku ke atas kasur sambil menarik nafas panjang, lega sekali rasanya lepas dari buku-buku kuliah itu. Cuaca hari itu sangat cerah, matahari bersinar dengan diiringi embusan angin sepoi-sepoi sehingga membuat suasana rileks ini lebih terasa.
Sesampainya disana kurasakan suasanya enak sekali, begitu tenang, yang terdengar hanya kicauan burung dan desiran air ditiup angin. Tiba-tiba muncul kegilaanku, mumpung sepi-sepi begini, bagimana kalau aku berenang tanpa busana saja, toh tidak ada siapa-siapa lagi disini selain aku lagipula aku senang orang mengagumi keindahan tubuhku.
Maka tanpa pikir panjang lagi, aku pun melepas satu-persatu semua yang menempel di tubuhku termasuk arloji dan segala perhiasan sampai benar-benar bugil seperti waktu baru dilahirkan. Setelah melepas anting yang terakhir menempel di tubuhku, aku langsung terjun ke kolam.
Aahh.. enak sekali rasanya berenang bugil seperti ini, tubuh serasa lebih ringan. Beberapa kali aku bolak-balik dengan beberapa gaya kecuali gaya kupu-kupu (karena aku tidak bisa, hehe..) 20 menit lamanya aku berada di kolam, akupun merasa haus dan ingin istirahat sebentar dengan berjemur di pinggir kolam.
Aku lalu naik dan mengeringkan tubuhku dengan handuk, setelah kuambil sekaleng coca-cola dari kulkas, aku kembali lagi ke kolam. Kurebahkan tubuhku pada kursi santai disana dan kupakai kacamata hitamku sambil menikmati minumku. Agar kulitku yang putih mulus ini tidak terbakar matahari, kuambil oilku dan kuoleskan di sekujur tubuhku hingga nampak berkilauan.
Saking enaknya cuaca di sini membuatku mengantuk, hingga tak terasa aku pun pelan-pelan tertidur. Di tepi kolam itu aku berbaring tanpa sesuatu apapun yang melekat di tubuhku, kecuali sebuah kacamata hitam. Kalau saja saat itu ada maling masuk dan melihat keadaanku seperti itu, tentu aku sudah diperkosanya habis-habisan.
Ditengah tidurku aku merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku, tangan itu mengelus pahaku lalu merambat ke dadaku. Ketika tangan itu menyentuh bibir kemaluanku tiba-tiba mataku terbuka dan aku langsung terkejut karena yang kurasakan barusan ternyata bukan sekedar mimpi.
Aku melihat seseorang sedang menggerayangi tubuhku dan begitu aku bangun orang itu dengan sigapnya mencengkram bahuku dan membekap mulutku dengan tangannya, mencegah agar aku tidak menjerit.
Aku mulai dapat mengenali orang itu, dia adalah Warjo, si penjaga vila tetangga, usianya sekitar 30-an, wajahnya jelek sekali dengan gigi agak tonggos, pipinya yang cekung dan matanya yang lebar itu tepat di depan wajahku.
“Sstt.. mendingan Neng nurut aja, di sini udah ga ada siapa-siapa lagi, jadi jangan macam-macam!” ancamnya Aku mengangguk saja walau masih agak terkejut, lalu dia pelan-pelan melepaskan bekapannya pada mulutku
“Hehehe.. udah lama saya pengen ngerasain ngentot sama Neng!” katanya sambil matanya menatapi dadaku “Ngentot ya ngentot, tapi yang sopan dong mintanya, gak usah kaya maling gitu!” kataku sewot.
Ternyata tanpa kusadari sejak berenang dia sudah memperhatikanku dari loteng vila majikannya dan itu sering dia lakukan daridulu kalau ada wanita berenang di s***** Mengetahui Pak Slamet sedang tidak di sini dan aku tertidur, dia nekad memanjat tembok untuk masuk ke s***** Sebenarnya aku sedang tidak mood untuk ngeseks karena masih ingin istirahat, namun elusannya pada daerah sensitifku membuatku BT (birahi tinggi).
“Heh, katanya mau merkosa gua, kok belum buka baju juga, dari tadi pegang-pegang doang beraninya!” tantangku. “Hehe, iya Neng abis tetek Neng ini loh, montok banget sampe lupa deh” jawabnya seraya melepas baju lusuhnya.
Badannya lumayan jadi juga, walaupun agak kurus dan dekil, penisnya yang sudah tegang cukup besar, seukuran sama punyanya si Budi, tukang air yang pernah main denganku Dia duduk di pinggir kursi santai dan mulai menyedot payudaraku yang paling dikaguminya, sementara aku meraih penisnya dengan tanganku serta kukocok hingga kurasakan penis itu makin mengeras.
Aku mendesis nikmat waktu tangannya membelai vaginaku dan menggosok-gosok bibirnya. “Eenghh.. terus Tar.. oohh!” desahku sambil meremasi rambut Warjo yang sedang mengisap payudaraku. Kepalanya lalu pelan-pelan merambat ke bawah dan berhenti di kemaluanku.
Aku mendesah makin tidak karuan ketika lidahnya bermain-main di sana ditambah lagi dengan jarinya yang bergerak keluar masuk. Aku sampai meremas-remas payudara dan menggigit jariku sendiri karena tidak kuat menahan rasanya yang geli-geli enak itu hingga akhirnya tubuhku mengejang dan vaginaku mengeluarkan cairan hangat.
Dengan merem melek aku menjambak rambut si Warjo yang sedang menyeruput vaginaku. Perasaan itu berlangsung terus sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah warjo melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku.
Belum beres aku mengatur nafasku yang memburu, mulutku sudah dilumatnya dengan ganas. Kurasakan aroma cairan cintaku sendiri pada mulutnya yang belepotan cairan itu. Aku agak kewalahan dengan lidahnya yang bermain di rongga mulutku, masalahnya nafasnya agak bau, entah bau rokok atau jengkol.
Setelah beberapa menit baru aku bisa beradapatasi, kubalas permainan lidahnya hingga lidah kami saling membelit dan mengisap. Cukup lama juga kami berpagutan, dia juga menjilati wajahku yang halus tanpa jerawat sampai wajahku basah oleh liurnya.
“Gua ga tahan lagi jo, sini gua emut yang punya lu” kataku. Si Warjo langsung bangkit dan berdiri di sampingku menyodorkan penisnya. Masih dalam posisi berbaring di kursi santai, kugenggam benda itu, kukocok dan kujilati sejenak sebelum kumasukkan ke mulut. Mulutku terisi penuh oleh penisnya, itu pun tidak menampung seluruhnya paling cuma masuk 3/4nya saja.
Aku memainkan lidahku mengitari kepala penisnya yang mirip helm itu, terkadang juga aku menjilati lubang kencingnya sehingga tubuh pemiliknya bergetar dan mendesah-desah keenakan.
Satu tangannya memegangi kepalaku dan dimaju-mundurkannya pinggulnya sehingga aku gelagapan. “Eemmpp.. emmphh.. nngg..!” aku mendesah tertahan karena nyaris kehabisan nafas, namun tidak dipedulikannya. Kepala penis itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkonganku. Kemudian kurasakan ada cairan memenuhi mulutku.
Aku berusaha menelan cairan itu, tapi karena banyaknya cairan itu meleleh di sekitar bibirku. Belum habis semburannya, dia menarik keluar penisnya, sehingga semburan berikut mendarat disekujur wajahku, kacamata hitamku juga basah kecipratan maninya.
Kulepaskan kacamata hitam itu, lalu kuseka wajahku dengan tanganku. Sisa-sisa sperma yang menempel di jariku kujilati sampai habis. Saat itu mendadak pintu terbuka dan Pak Slamet muncul dari sana, dia melongo melihat kami berdua yang sedang bugil.
Aku sendiri sempat kaget dengan kehadirannya, aku takut dia membocorkan semua ini pada ortuku. “Eehh.. maaf Neng, Bapak cuma mau ngambil uang Bapak di kamar, ga tau kalo Neng lagi gituan” katanya terbata-bata.
Karena sudah tanggung, akupun nekad menawarkan diriku dan berjalan ke arahnya. “Ah.. ga apa-apa Pak, mending Bapak ikutan aja yuk!” godaku. Jakunnya turun naik melihat kepolosan tubuhku, meskipun agak gugup matanya terus tertuju ke payudaraku.
Aku mengelus-elus batangnya dari luar membuatnya terangsang. Akhirnya dia mulai berani memegang payudaraku, bahkan meremasnya. Aku sendiri membantu melepas kancing bajunya dan meraba-raba dadanya. “Neng, tetek Neng gede juga yah.. enak yah diginiin sama Bapak?” Sambil tangannya terus meremasi payudaraku.
Dalam posisi memeluk itupun aku perlahan membuka celana panjangnya, setelah itu saya turunkan juga celana kolornya. Nampaklah kemaluannya yang hitam menggantung, jari-jariku pun mulai menggenggamnya.
Dalam genggamanku kurasakan benda itu bergetar dan mengeras. Pelan-pelan tubuhku mulai menurun hingga berjongkok di hadapannya, tanpa basa-basi lagi kumasukkan batang di genggamanku itu ke mulut, kujilati dan kuemut-emut hingga pemiliknya mengerang keenakan
“Wah, Pak Slamet sama majikan sendiri aja malu-malu!” seru si Warjo yang memperhatikan Pak Slamet agak grogi menikmati oral seks-ku. Warjo lalu mendekati kami dan meraih tanganku untuk mengocok kemaluannya. Secara bergantian mulut dan tanganku melayani kedua penis yang sudah menegang itu.
Tidak puas hanya menikmati tanganku, sesaat kemudian Warjo pindah ke belakangku, tubuhku dibuatnya bertumpu pada lutut dan kedua tanganku. Aku mulai merasakan ada benda yang menyeruak masuk ke dalam vaginaku.
Seperti biasa, mulutku menganga mengeluarkan desahan meresapi inci demi inci penisnya memasuki vaginaku. Aku disetubuhinya dari belakang, sambil menyodok, kepalanya merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada payudaraku.
Aku menggelinjang tak karuan waktu puting kananku digigitnya dengan gemas, kocokanku pada penis Pak Slamet makin bersemangat. Rupanya aku telah membuat Pak Slamet ketagihan, dia jadi begitu bernafsu memperkosa mulutku dengan memaju-mundurkan pinggulnya seolah sedang bersetubuh.
Kepalaku pun dipeganginya dengan erat sampai kesempatan untuk menghirup udara segar pun aku tidak ada. Akhirnya aku hanya bisa pasrah saja disenggamai dari dua arah oleh mereka, sodokan dari salah satunya menyebabkan penis yang lain makin menghujam ke tubuhku.
Perasaan ini sungguh sulit dilukiskan, ketika penis si Warjo menyentuh bagian terdalam dari rahimku dan ketika penis Pak Slamet menyentuh kerongkonganku, belum lagi mereka terkadang memainkan payudara atau meremasi pantatku.
Aku serasa terbang melayang-layang dibuatnya hingga akhirnya tubuhku mengejang dan mataku membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh penis Pak Slamet. Bersamaan dengan itu pula genjotan si Warjo terasa makin bertenaga.
Kami pun mencapai orgasme bersamaan, aku dapat merasakan spermanya yang menyembur deras di dalamku, dari selangkanganku meleleh cairan hasil persenggamaan. Setelah mencapai orgasme yang cukup panjang, tubuhku berkeringat, mereka agaknya mengerti keadaanku dan menghentikan kegiatannya.
“Neng, boleh ga Bapak masukin anu Bapak ke itunya Neng?” tanya Pak Slamet lembut. Saya cuma mengangguk, lalu dia bilang lagi, “Tapi Neng istirahat aja dulu, kayanya Neng masih cape sih”. Aku turun ke kolam, dan duduk berselonjor di daerah dangkal untuk menyegarkan diriku.
Mereka berdua juga ikut turun ke kolam, Warjo duduk di sebelah kiriku dan Pak Slamet di kananku. Kami mengobrol sambil memulihkan tenaga, selama itu tangan jahil mereka selalu saja meremas atau mengelus dada, paha, dan bagian sensitif lainnya.
Yang satu ditepis yang lain hinggap di bagian lainnya, lama-lama ya aku biarkan saja, lagipula aku menikmatinya kok. “Neng, Bapak masukin sekarang aja yah, udah ga tahan daritadi belum rasain itunya Neng” kata Pak Slamet mengambil posisi berlutut di depanku.
Dia kemudian membuka pahaku setelah kuanggukan kepala merestuinya, dia arahkan penisnya yang panjang dan keras itu ke vaginaku, tapi dia tidak langsung menusuknya tapi menggesekannya pada bibir kemaluanku sehingga aku berkelejotan kegelian dan meremas penis Warjo yang sedang menjilati leher di bawah telingaku.
“Aahh.. Pak cepet masukin dong, udah kebelet nih!” desahku tak tertahankan. Aku meringis saat dia mulai menekan masuk penisnya. Kini vaginaku telah terisi oleh benda hitam panjang itu dan benda itu mulai bergerak keluar masuk memberi sensasi nikmat ke seluruh tubuh.
“Wah.. seret banget memeknya Neng, kalo tau gini udah dari dulu Bapak entotin” ceracaunya. “Brengsek juga lu, udah bercucu juga masih piktor, gua kira lu alim” kataku dalam hati.
Setelah 15 menit dia genjot aku dalam posisi itu, dia melepas penisnya lalu duduk berselonjor dan manaikkan tubuhku ke penisnya. Dengan refleks akupun menggenggam penis itu sambil menurunkan tubuhku hingga benda itu amblas ke dalamku.
Dia memegangi kedua bongkahan pantatku yang padat berisi itu, secara bersamaan kami mulai menggoyangkan tubuh kami. Desahan kami bercampur baur dengan bunyi kecipak air kolam, tubuhku tersentak-sentak tak terkendali, kepalaku kugelengkan kesana-kemari, kedua payudaraku yang terguncang-guncang tidak luput dari tangan dan mulut mereka.
Pak Slamet memperhatikan penisnya sedang keluar masuk di vagina seorang gadis 21 tahun, anak majikannya sendiri, sepertinya dia tak habis pikir betapa untungnya berkesempatan mencicipi tubuh seorang gadis muda yang pasti sudah lama tidak dirasakannya. Goyangan kami terhenti sejenak ketika Warjo tiba-tiba mendorong punggungku sehingga pantatku semakin menungging dan payudaraku makin tertekan ke wajah Pak Slamet.
Warjo membuka pantatku dan mengarahkan penisnya ke sana “Aduuh.. pelan-pelan Jo, sakit tau.. aww!” rintihku waktu dia mendorong masuk penisnya. Bagian bawahku rasanya sesak sekali karena dijejali dua batang penis besar. Kami kembali bergoyang, sakit yang tadi kurasakan perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat yang menjalari tubuhku.
Aku menjerit sejadi-jadinya ketika Warjo menyodok pantatku dengan kasar, kuomeli dia agar lebih lembut dikit. Bukannya mendengar, Warjo malah makin buas menggenjotku. Pak Slamet melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam mulutku agar aku tidak terlalu ribut.
Hal itu berlangsung sekitar 20 menit lamanya sampai aku merasakan tubuhku seperti mau meledak, yang dapat kulakukan hanya menjerit panjang dan memeluk Pak Slamet erat-erat sampai kukuku mencakar punggungnya. Selama beberapa detik tubuhku menegang sampai akhirnya melemas kembali dalam dekapan Pak Slamet.
Namun mereka masih saja memompaku tanpa peduli padaku yang sudah lemas ***** Erangan yang keluar dari mulutku pun terdengar makin tak bertenaga. Tiba-tiba pelukan mereka terasa makin erat sampai membuatku sulit bernafas, serangan mereka juga makin dahsyat, putingku disedot kuat-kuat oleh Pak Slamet, dan Warjo menjambak rambutku.
Aku lalu merasakan cairan hangat menyembur di dalam vagina dan anusku, di air nampak sedikit cairan putih susu itu melayang-layang. Mereka berdua pun terkulai lemas diantara tubuhku dengan penis masih tertancap.
Setelah sisa-sisa kenikmatan tadi mereda, akupun mengajak mereka naik ke atas. Sambil mengelap tubuhku yang basah kuyup, aku berjalan menuju kamar mandi. Eh.. ternyata mereka mengikutiku dan memaksa ikut mandi bersama. Akhirnya kuiyakan saja deh supaya mereka senang.
Disana aku cuma duduk, merekalah yang menyiram, menggosok, dan menyabuniku tentunya sambil menggerayangi. Bagian kemaluan dan payudaraku paling lama mereka sabuni sampai aku menyindir “Lho.. kok yang disabun disitu-situ aja sih, mandinya ga beres-beres dong, dingin nih” disambut gelak tawa kami.
Setelah itu, giliran akulah yang memandikan mereka, saat itulah nafsu mereka bangkit lagi, akupun kembali digarap di kamar mandi. Hari itu aku dikerjai terus-menerus oleh mereka sampai mereka menginap dan tidur denganku di ranjang spring bed-ku.
Sejak itu kalau ada sex party di vila ini, mereka berdua selalu diajak dengan syarat jangan sampai rahasia ini bocor. Aku senang karena ada alat pemuas hasratku, mereka pun senang karena bisa merasakan tubuhku dan teman-teman kuliahku yang masih muda dan cantik.