Selasa, 06 Desember 2016

Menikmati Bidadari Pemilik Apartemen


Aku tiba di Jepang pertama kali pada awal Februari. Saat itu kota kecil tempat aku belajar tengah tertutup oleh timbunan salju. Sewaktu mencari apartemen yg kemudian kutinggali, aku hanya tahu bahwa ibu pemilik apartemennya masih muda dan sangat cantik. Waktu itu dia mengantarku menengok keadaan apartemen. Dia mengenakan celana jean dan jaket bulu yg longgar dgn mengenakan penutup kepala yg menyatu dgn jaket yg dia kenakan.
Sesudah menandatangani kontrak sewa, aku tdk pernah berjumpa lagi dengannya hingga akhir Maret. Walaupun dia tinggal di rumah besar yg hanya berada di samping kanan apartemen yg kusewa, namun kesibukanku di kampus membuatku selalu pulang malam. Jg kebiasaan orang yg hidup di negara empat musim, pada musim dingan rumah besar itu selalu menutup pintu dan jendelanya rapat-rapat. Pada akhir pekan, waktu kuhabiskan di dlm apartemen dgn menonton kaset video.
Cerita bokep dan ceita sex, Pembayaran uang sewa apartemen kulakukan dgn transfer uang lewat bank ke rekening dia. Dari situlah aku jadi hafal namanya: Amaya Kawamura.
Amaya ternyata sangat mengundang hasrat lelaki. Aku baru menyadarinya pada akhir bulan April. Waktu itu hari Jumat, tanggal 30 April. Aku lupa pergi ke bank untuk membayar sewa apartemen. Sementara kalau menunggu hari Senin, hari sdh menunjukkan tanggal 3 Mei. Padahal sesuai perjanjian, uang sewa bulan berikutnya harus sdh dibayarkan selambat-lambatnya pada hari terakhir bulan sebelumnya. Maka pada malam itu aku membawa uang sewa apartemen ke rumahnya barangkali dia mau menerima uangnya secara langsung.

Dia sendiri yg membukakan pintu rumahnya saat itu. Aku mengemukakan alasanku, mengapa sampai aku menyalahi kontrak perjanjian, yakni tdk membayar lewat bank. Ternyata dia berkata, hal tersebut tdk menjadi masalah. Lewat bank atau langsung diantarkan, baginya tdk ada pengaruhnya. Hanya orang Jepang biasanya tdk mau repot-repot atau belum tentu punya waktu sehingga mereka membayar uang sewa melalui transfer otomatis antarrekening bank.
Waktu Amaya menemuiku tersebut, aku terpesona dgn kecantikan dan kemolekan bentuk tubuhnya. Tinggi tubuhnya sekitar 167 cm. Rambutnya tergerai sebahu. Wajahnya putih mulus dgn bentuk mata, alis, hidung, dan bibir yg indah. Dari celada jean ketat dan sweater yg dia kenakan, aku dapat melihat jelas postur tubuhnya. Pinggangnya berlingkar sekitar 58 cm. Pinggulnya melebar indah, ukuran lingkarnya tdk kurang dari 98 cm. Toketnya amat montok dan membusung indah, lingkarnya sekitar 96 cm. Kalau dibawa ke ukuran BH Indonesia pasti dia memakai BH dgn ukuran 38. Suatu ukuran toket yg enak diciumi, disedot-sedot, dan diremas-remas. Dari samping kulihat toketnya begitu menonjol dari balik sweater yg dikenakannya.
Melihat dia sewaktu membelakangiku, aku terbayang betapa nikmatnya bila tubuh kenyal indah tersebut digeluti dari arah belakang. Perlu diketahui, aku masih single. Walaupun aku gemar menonton video porno dan melakukan masturbasi, namun aku belum pernah melakukan hubungan sex dgn pacar-pacarku.
Sejak mengetahui bahwa sewa apartemen dapat dibayarkan secara langsung, aku memutuskan untuk tdk membayar lewat transfer bank lagi. Alasannya, aku dapat menghemat ongkos transfer. Di samping itu aku dapat menatap wajah cantik dan tubuh aduhai Amaya.
Bulan Mei, udara di kotaku sdh tdk terlalu dingin lagi. Sdh berubah menjadi sejuk. Amaya Kawamura pada hari Sabtu atau Minggu sering terlihat bekerja di halaman. Kadang dia memotong rumput, memangkas pepohonan kecil, atau merapihkan pot-pot tanamannya. Aku paling suka menatap tubuhnya bila dia membelakangi jendela apartemenku. Sungguh merupakan sosok yg enak digeluti. Apalagi bila dia sedang menunggingkan pinggulnya yg padat, hal itu membuatku teringat pada adegan perempuan Jepang yg sedang digenjot dlm posisi menungging pada video-video kaset permainan sex yg sering kupinjam dari persewaan.
Lama-lama aku tahu sedikit tentang keluarga dia. Umur Amaya adalah 30 tahun. Anaknya dua, perempuan semua. Yg pertama berumur tujuh tahun, yg kedua lima tahun. Suaminya bekerja di kota lain, pulangnya pada akhir pekan. Sabtu dini hari dia tiba di rumah, dan berangkat lagi hari Minggu tengah malam.
Di hari penutup bulan Mei, hari Senin, aku berniat membayar sewa apartemen di petang hari. Karena itu aku pulang dari kampus lebih awal dari biasanya.
Saat itu tiba di apartemen baru jam 17:00. Sesudah menyimpan tas punggung, aku pergi ke rumah Amaya Kawamura. Kuketuk pintu, namun tdk ada jawaban dari dlm. Kupencet bel yg terpasang di kusen pintu. Kutunggu sekitar satu menit, namun tdk ada suara apapun dari dlm rumah. Agaknya sedang tdk ada orang di rumah. Mungkin Amaya dan anak-anaknya sedang ke supermarket. Akhirnya aku kembali ke apartemen dan mandi. Sehabis mandi aku menonton TV, sampai akhirnya aku tertidur di depan TV.
Aku terbangun jam setengah delapan malam. Kutengok rumah Amaya dari jendela apartemen. Lampu-lampu rumahnya sdh menyala. Berarti mereka sdh datang. Akupun membawa amplop berisi uang sewa apartemen. Kupencet tombol bel pintunya, seraya mengucap,
“Gomen kudasai.”
Sejenak hening, namun kemudian terdengar sahutan,
“Hai. Chotto matte kudasai.”
Terdengar suara langkah di dlm rumah menuju pintu. Kemudian pintu terbuka. Aku terpana. Di hadapanku berdiri Amaya dgn hanya mengenakan baju kimono yg terbuat dari bahan handuk sepanjang hanya 15 cm di atas lutut. Paha dan betis yg tdk ditutupi kimono itu tampak amat mulus. Padat dan putih.
Kulitnya kelihatan licin, dihiasi oleh rambut-rambut halus yg pendek. Pinggulnya yg besar melebar dgn aduhainya. Pinggangnya kelihatan ramping. Sementara kimono yg menutupi dada atasnya belum sempat dia ikat secara sempurna, menyebabkan belahan dada yg montok itu menyembul di belahan baju. Toket yg membusung itu dibalut oleh kulit yg putih mulus. Lehernya jenjang. Beberapa helai rambut terjuntai di leher putih tersebut. Sementara bau harum sabun mandi terpancar dari tubuhnya. Agaknya dia sedang mandi, atau baru saja selesai mandi. Tanpa sengaja, sebagai laki-laki normal, penisku berdiri melihat kesegaran tubuhnya.
“A… Bobby-san. Watashi no imoto to omotteta…,” sapanya membuyarkan keterpanaanku. Agaknya aku tadi dikiranya adik perempuannya. Pantas… dia berpakaian seadanya.
Untuk selanjutnya, percakapanku dengannya kutulis di sini langsung dlm bahasa Indonesia saja agar semua pembaca mengetahuinya, walaupun percakapan yg sebenarnya terjadi dlm bahasa Jepang.
“Kawamura-san, maaf… saya mau membayar sewa apartemen,” kataku.
“Hai, dozo… Silakan duduk di dlm, dan tunggu sebentar,” sahutnya.
Aku berjalan mengikutinya menuju ruang tamu. Kuperhatikan gerak tubuhnya dari belakang. Pinggul yg besar itu meliuk ke kiri-kanan mengimbangi langkah-langkah kakinya. Edan! Ingin rasanya kudekap tubuh itu dari belakang erat-erat. Ingin kutempelkan penisku di liatnya gundukan pantatnya. Dan ingin rasanya kuremas-remas toket montoknya habis-habisan.
Aku duduk di bantal duduk yg disediakan mengelilingi meja tamu. Sementara dia naik tangga menuju lantai dua. Langkah-langkah betis indah di anak-anak tangga itu tdk pernah lepas dari tatapan liar mataku. Empat menit kemudian dia turun dari lantai dua. Baju yg dikenakan sdh ganti. Sekarang dia mengenakan baju kimono tidur putih yg berbahan licin. Diterpa sorot lampu, kain tersebut mempertontonkan tonjolan toket sehingga tampak membusung dgn gagahnya. Dia tdk mengenakan bra di balik kimono tidurnya, sehingga kedua puting toketnya tampak jelas sekali tercetak di bahan kimononya.
“Ingin minum apa? Kopi, teh, atau bir?” tanya Amaya.
“Teh saja,” jawabku. Selama ini aku memang belum pernah minum bir. Bukan aku antialkohol atau menganggap bahwa bir itu haram, namun hanya alasan takut ketagihan minuman alkohol saja.
Amaya kemudian membawa baki berisi poci teh hijau dan sebuah cangkir untukku. Untuk dia sendiri, diambilnya satu cangkir besar dan tiga botol bir dari kulkas. Kemudian aku pun menikmati teh khas Jepang tersebut, sementara dia menikmati bir.
“Kok sepi? Anak-anak apa sdh tidur?” tanyaku.
“Mereka sedang main ke rumah adik perempuan saya. Tadi perginya bersama-sama saya. Lalu saya pulang duluan karena harus ke supermarket dulu untuk membeli sayur dan buah. Mungkin sebentar lagi mereka akan tiba, diantar oleh adik perempuan.”
“Oh… pantas, tadi saya ke sini tdk ada orang. Sepi.”
“Bobby-san berasal dari mana? Tai? Malaysia? Filipina?”
“Saya dari Indonesia.”
“Indonesia…,” Amaya tampak berpikir, “… dgn Pulau Bali?”
“A… itu. Bali adalah salah satu pulau dari Indonesia.”
“O ya? Sungguh pulau yg indah. Saya belum pernah ke sana, namun ingin dapat mengunjungi Bali. Saya mempunyai brosurnya.”
Amaya beranjak dari duduknya dan mengambil suatu buku tipis tentang pulau Bali dari rak buku. Pada posisi membelakangiku, aku menatap liar ke tubuhnya. Mataku berusaha menelanjangi tubuhnya dari kain kimono mengkilat yg dia kenakan. Pinggangnya ramping. Pinggulnya besar dan indah. Kemudian betis dan pahanya yg putih mulis tampak licin mengkilap di bawah sorot lampu TL. Betapa harum dan sedapnya bila betis dan paha tersebut diciumi dan dijilati.
Amaya kemudian membuka brosur tentang pulau Bali tersebut di atas meja tamu. Dia bertanya-tanya tentang gambar yg ada dlm brosur tersebut sambil kadang-kadang meneguk bir. Kini dari mulutnya yg indah tercium wanginya bau bir setiap kali dia mengeluarkan suara. Kupikir sungguh kuat dia meminum bir. Tiga gelas besar sdh hampir habis diteguknya. Perhatian dia ke foto-foto di brosur dan bir saja. Ngomongnya kadang agak kacau, mungkin karena pengaruh alkohol. Namun bagiku adalah kesempatan menatapnya dari dekat tanpa rasa risih. Dia tdk menyadari bahwa belahan kain kimono di dadanya mempertontonkan keindahan gumpalan toket yg montok dan putih di kala dia agak merunduk. Edan, ranumnya! Penisku pun menegang dan terasa hangat. Sebersit kenikmatan terasa di saraf-saraf penisku.
Kring… kring… Tiba-tiba telpon berdering.
Amaya bangkit dan berjalan menuju pesawat telpon. Pengaruh kebanyakan minum bir mulai terlihat pada dirinya. Jalannya agak sempoyongan.
“Sialan…,” makiku dlm hati karena dering telpon tersebut memutus keasyikanku melihat kemontokan toketnya.
Amaya terlibat pembicaraan sebentar di pesawat telpon. Kemudian kembali lagi ke bantal duduknya semula dgn jalan yg sempoyongan.
“Anak-anak tdk mau pulang,” Amaya menjelaskan isi pembicaraan telponnya.
“Malam ini mereka bermalam di rumah adik perempuan saya. Besok mereka diantarnya langsung ke sekolah mereka.”
Amaya menuangkan bir ke gelasnya lagi. Sdh gelas yg keempat. Edan jg perempuan Jepang ini. Jalannya sdh sempoyongan namun masih terus menambah bir.
“Bobby-san sdh menikah?” tanyanya.
“Belum,” jawabku.
“Sdh ada pacar?”
“Sdh. Saat ini masih kuliah di Indonesia.”
“Syukurlah. Nikmati masa pacaran. Masa pacaran adalah masa yg indah. Bagaimana permainan cinta sang pacar?”
Kunilai kata-kata Amaya semakin mengacau. Semakin berada di alam antara sadar dan tdk sadar.
“Permainan cinta?”
“Iya… permainan sex.”
“Saya belum pernah melakukan hubungan sex, termasuk dgn pacar saya. Kebanyakan perempuan di negara saya masih menjaga kegadisan sampai dgn menikah.”
Amaya tertawa lirih mendengar kata-kataku. Suara tawanya amat menantang kejantananku.
“Di Jepang gadis-gadis sdh melakukan hubungan sex dgn pacar mereka pada usia 17 atau 18 tahun.
Kalau belum melakukan hal tersebut, mereka belum merasa menjadi orang dewasa. Mereka akan diejek kawan-kawannya masih sebagai anak ingusan.”
“O… begitu. Baru tahu saya…”
“Kalau begitu Bobby-san masih perjaka?”
“Saya tdk tahu masih disebut perjaka atau tdk. Saya belum pernah melakukan hubungan sex. Namun sejak usia 15 tahun saya suka melakukan masturbasi untuk mengatasi kebutuhan sex saya.”
Amaya tertawa lagi. Tawa yg membangkitkan hasrat. Sialan. Aku diejek sebagai anak ingusan oleh pemilik bibir ranum sensual itu. Ingin rasanya kubuktikan kedewasaan dan kejantananku. Ingin rasanya kulumat habis-habisan bibir merekah itu. Ingin rasanya kusedot-sedot toket aduhai itu dgn penuh kegemasan. Dan ingin rasanya kuremas-remas pantat kenyal Amaya itu sampai dia menggial-gial keenakan. Agar dia kapok.
“Kenapa tdk cari pacar yg dapat diajak berhubungan sex sekarang-sekarang ini? Bobby-san ganteng, badan tinggi-tegap dan berpenampilan jantan. Kalau di sini cari pacar, pasti banyak perempuan Jepang yg mau. Sayang kalau energi pada usia muda tdk dinikmati.” Omongan Amaya semakin ngelantur.
Pasti karena kebanyakan minum bir.
“Sebab kalau Bobby-san berumur tua sedikit, energi akan berkurang. Atau bahkan loyo seperti suami saya. Baru main empat atau lima menit sdh jebol pertahanannya. Dan langsung mendengkur, tdk memperdulikan saya yg baru setengah jalan… Dasar laki-laki payah.”
Nah, benar terkaanku. Dia mulai tdk sadar. Bicaranya tambah mengacau. Kebiasaan orang Jepang, kalau mulaihilang kesadarannya karena kebanyakan minum bir, apa yg dia pendam dlm hati akan dia keluarkan satu per satu.
Amaya menenggak bir lagi. Habislah gelas yg keempat. Dan dia mengisinya kembali sampai penuh. Padahal matanya sdh merah dan kelihatan mengantuk. Namun dlm kondisi demikian kulihat keayuan aslinya. Mata mungil yg setengah tertutup kelopak mata itu tampak sangat bagus. Terus terang aku menyukai perempuan bermata sipit, contohnya perempuan Jepang, Cina, atau Korea. Bibir Amaya yg sensual dan berwarna merah muda tanpa polesan lipstik itu mengeluarkan keluhan-keluhan tentang keloyoan suaminya dlm masalah sex. Namun biarlah dia mengoceh, bagiku yg terpenting adalah menatap bibir merekah itu tanpa rasa risih karena yakin si empunya dlm keadaan tdk tersadar. Wuih… enak sekali kalau bibir ranum tersebut dilumat-lumat.
“A… Bobby-san. Gomen… sampai lupa ke masalah utama. Sebentar, saya ambilkan kuitansi untuk pembayaran apartemen… “
Amaya Kawamura menenggak bir lagi.
“Kawamura-san. Daijobu desu ka?” aku mengkhawatirkan kesadarannya karena dia sdh kebanyakan minum bir.
“Daijobu desu. Saya sdh terbiasa minum bir banyak-banyak. Semakin banyak minum bir dunia terasa semakin indah.”
Amaya beranjak dari duduknya. Dia mencoba berdiri, namun sempoyongan terjatuh. Aku bersiap-siap menolongnya, namun dia berkata,
“Mo ii desho. Daijobu…”
Amaya berusaha berjalan menuju rak buku. Namun baru menapak dua langkah… Gedebrug! Dia terjatuh seperti yg kukhawatirkan. Untung tangannya masih sempat sedikit menjaga badannya sehingga dia tdk terbanting di lantai kayu. Walaupun lantai kayu tersebut ditutup karpet, namun akan cukup sakit jg bila badan sampai jatuh terbanting di atasnya. Namun tak ayal, betis kanan Amaya masih membentur rak kayu.
“Ak… ittai…,” dia berteriak kesakitan.
Aku segera menolongnya. Punggung dan pinggulnya kuraih. Kubopong dia ke atas karpet bulu yg tebal.
Kuletakkan kepalanya di atas bantal duduk. Dlm waktu seperti itu, tercium bau harum sabun mandi memancar dari tubuhnya. Kimono atasnya terbuka lebih lebar sehingga mataku yg berada hanyasekitar 10 cm dari toketnya melihat dgn leluasa kemontokan gumpalan daging kenyal di dadanya. Alangkah merangsangnya. Nafsuku pun naik. Penisku semakin tegang. Dan ketika aku menarik tangan dari pinggulnya, tanganku tanpa sengaja mengusap pahanya yg tersingkap. Paha itu hangat, licin, dan mulus.
“Ittai…,” sambil masih pada posisi tiduran tangannya berusaha meraih betisnya yg terbentur rak tadi.
Namun pengaruh banyaknya bir yg sdh dia minum membuatnya tak mampu meliukkan badannya dlm menggapai betis. Kulihat bekas benturan tadi membuat sedikit memar di betis yg putih indah itu.
Aku pun berusaha membantunya. Kuraih betis tersebut seraya meminta permisi,
“Sumimasen…” Kuraba dan kuurut bagian betis yg memar tersebut.
“Ak… ittai…,” Amaya meringis kesakitan. Namun kemudian dia bilang,
“So-so-so-so-so… Betul bagian situ yg sakit. Ah… enak… Ah… ah… terus… terus…”
Lama-lama suaranya hilang. Sambil terus memijit betis Amaya, kupandang wajahnya. Matanya sekarang terpejam. Nafasnya jadi teratur, dgn bau harum bir terpancar dari udara pernafasannya. Dia sdh tertidur. Kantuk akibat kebanyakan minum alkohol sdh tdk mampu dia tahan lagi. Aku semakin melemahkan pijitanku, dan akhirnya kuhentikan sama sekali.
Aku pun bingung. Apa yg harus aku lakukan? Kuambil uang sewa apartemen dari saku kemeja dan kuletakkan di atas meja tamu di samping cangkir tehku. Terus bagaimana dgn kuitansi pembayarannya?
Kupandangi Amaya yg tengah tertidur. Alangkah cantiknya wajah dia. Lehernya jenjang. Daging montok di dadanya bergerak naik-turun dgn teratur mengiringi nafas tidurnya, seolah menantang kejantananku. Dan dada tersebut tdk dilindungi bra sehingga putingnya menyembul dgn gagahnya dari balik kain kimononya. Pinggangnya ramping, dan pinggulnya yg besar melebar dgn indahnya. Kain kimono yg mengkilap tersebut tdk mampu menyembunyikan garis segitiga celana dalamnya yg kecil. Sungguh kontras, celana dlm minim membungkus pinggul yg maksimum. Celana dlm yg di antara dua pahanya terlihat membelah. Pasti di situ letak lobang meqinya.
Terbayang dgn apa yg ada di balik celana dalamnya, penisku menjadi semakin tegang. Apalagi paha yg putih mulusnya dipertontonkan dgn jelas oleh kimono bagian bawah yg tersingkap. Dan paha tersebut tersambung dgn betis yg indah.
Edan! Melihat lekuk-liku tubuh aduhai yg tertidur itu nafsuku naik. Terbangunkah dia bila kutiduri? Beranikah aku? Teman-teman Jepangku yg tertidur karena kebanyakan minum bir biasanya akan pulas sampai sekitar satu atau dua jam. Apakah Amaya jg begitu? Akankah dia terbangun bila tubuhnya kugeluti tanpa memasukkan penis ke liang meqinya?
Hasratku semakin memuncak. Kuelus betis indah Amaya. Kemudian sedikit kuremas itu untuk memastikan bahwa dia cukup pulas. Ternyata dia tdk terbangun. Keberanianku bertambah. Kusingkapkan bagian bawah kimononya sampai sebatas perut. Kini paha mulus itu terhampar di hadapanku. Paha yg menantang kejantananku. Di atas paha, beberapa helai bulu jembut keluar dari celana dalamnya yg minim. Sungguh kontras warnanya. Jembutnya berwarna hitam, sedang tubuhnya berwarna putih.
Kueluskan tanganku menuju pangkal pahanya sambil kuamati wajah Amaya. Dia tdk terbangun. Kueluskan perlahan ibu jariku di bagian celana yg mempertontonkan belahan bibir meqinya. Tiba-tiba jari-jari tangannya bergerak seperti tersentak. Aku kaget. Segera kuhentikan aksiku karena khawatir bila Amaya terbangun. Namun dia tetap tertidur dgn nafas yg teratur.
Keberanianku muncul kembali. Kini kuciumi paha mulus tersebut berganti-ganti, kiri dan kanan, sambil tanganku mengusap dan meremasnya perlahan-lahan. Kedua paha tersebut secara otomatis bergerak membuka agak lebar. Namun si empunya tetap tertidur. Bau harum yg terpancar dari pahanya membimbing hasrat kejantananku untuk meneruskan pendakian.
Dia sedang tertidur pulas! Dia sedang tdk tersadar! Dia sedang di bawah pengaruh alkohol! Kenapa aku harus takut?
Aku berjalan ke pintu dan menguncinya dari dlm, untuk berjaga-jaga kalau ada orang dari luar mau masuk. Kemudian aku melepas celana dlmku. Celana dlm kulipat dan kumasukkan ke dlm kantong celana pendek yg kupakai. Celana pendek yg kukenakan adalah longgar dan terbuat dari bahan yg tipis dan lemas, sehingga tanpa lindungan celana dlm kontolku dapat bergerak bebas di salah satu lobang kakinya yg memang lebar.
Kemudian kuhampiri Amaya yg tertidur pulas. Kembali kuciumi dan kujilati paha dan betis mulus yg berbau harum tersebut. Setelah beberapa saat kukeluarkan penis dari lobang kanan celana pendekku. Penisku sdh begitu tegang. Kutempelkan kepala penisku di paha mulus tersebut. Rasa hangat mengalir dari paha Amaya ke kepala penisku. Kemudian kugesek-gesekkan kepala penis di sepanjang pahanya. Rasa geli, hangat, dan nikmat menyelimuti sel-sel penisku. Penisku terus kugesek-gesekkan di paha sambil agak kutekan. Semakin terasa nikmat. Penis semakin tegang. Nafsu seks-ku semakin tinggi.
Aku semakin nekad. Kulepaskan ikatan baju kimono tidur Amaya, dan kusingkapkan baju itu ke kiri dan kanan. Tergoleklah tubuh mulus Amaya tanpa helaian kimono menghalanginya. Tubuh moleknya sungguh membangkitkan birahi. Toket yg besar membusung, pinggang yg ramping, dan pinggul yg besar melebar dgn bagusnya. Toketnya menggunung putih, putingnya berdiri tegak berwarna pink kecoklat-coklatan, dan dikelilingi oleh warna coklat kulit toket di sekitarnya sampai dgn diameter sekitar dua setengah centimeter.
Perlahan-lahan kucium toket montok Amaya. Hidungku mengendus-endus kedua toket yg berbau harum sambil sesekali mengecupkan bibir dan menjilatkan lidahku. Kemudian puting toket kanannya kulahap ke dlm mulutku. Badannya sedikit tersentak ketika puting itu kugencet perlahan dgn menggunakan lidah dan gigi atasku. Aku pun terperanjat. Namun dia tetap tertidur. Kini kusedot-sedot puting toketnya secara berirama. Mula-mula lemah, lama-lama agak kuperkuat sedotanku. Kuperbesar daerah lahapan bibirku.
Kini puting dan toket sekitarnya yg berwarna kecoklatan itu semua masuk ke dlm mulutku. Kembali kusedot daerah tersebut dari lemah-lembut menjadi agak kuat. Yg penting perlahan-lahan tanpa irama yg menyentak, agar dia tdk terbangun. Namun walaupun tetap tertidur, mimik wajah Amaya tampak sedikit berubah, seolah menahan suatu kenikmatan.
Kedua toket harum itu kuciumi dan kusedot-sedot secara berirama. Penisku bertambah tegang. Sambil terus menggumuli toket dgn bibir, lidah, dan wajahku, aku terus menggesek-gesekkan penis di kulit pahanya yg halus dan licin. Rasa nikmat dan hanya merembes dari penisku ke sel-sel otak di kepalaku. Dan mulut kecil di kepala penisku ikut-ikutan mencari rasa geli dan nikmat lewat kecupan-kecupan kecilnya nya di permukaan mulus kulit paha Amaya.
Kubenamkan wajahku di antara kedua belah gumpalan dada Amaya. Kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah bawah. Kugesek-gesekkan wajahku di lekukan tubuh yg merupakan batas antara gumpalan toket dan kulit perutnya. Kiri dan kanan kuciumi dan kujilati secara bergantian. Keharuman yg terpancar dari badannya kuhirup dgn rakusnya, dgn habis-habisan, seolah tdk rela bila ada bagian kulit tubuh yg terlewatkan barang satu milimeter pun.
Kecupan-kecupan bibirku, jilatan-jilatan lidahku, dan endusan-endusan hidungku pun beralih ke perut dan pinggang Amaya. Sementara gesekan-gesekan kepala penisku kupindahkan ke betisnya. Bibir dan lidahku menyusuri perut sekeliling pusarnya yg putih mulus. Kemudian wajahku bergerak lebih ke bawah. Dgn nafsu yg menggelora kupeluk pinggulnya secara perlahan-lahan. Kecupanku pun berpindah ke celana dlm tipis yg membungkus pinggulnya tersebut. Kususuri pertemuan antara kulit perut dan celana dlm. Kemudian ke arah pangkal paha. Kujilat helaian-helaian rambut jembutnya yg keluar dari celana dalamnya. Lalu kuendus dan kujilat celana dlm pink itu di bagian yg tdk mampu menyembunyikan lekuk belahan bibir meqinya. Kuhirup kuat-kuat bau khas yg terpancar dari balik celana dlm yg membuat nafsuku semakin meronta-ronta.
Setelah cukup puas, aku mengakhiri kecupan dan jilatanku di celana dlm sekitar meqinya tersebut.
Aku bangkit. Dgn posisi berdiri di atas lutut kukangkangi tubuh mulus yg begitu menggairahkan tersebut. Penisku yg tegang kemudian kutempelkan di kulit toket Amaya. Kepala penis kugesek-gesekkan di kehalusan kulit toket yg menggembung montok itu. Kembali rasa geli, hangat, dan nikmat mengalir di syaraf-syaraf penisku. Sambil kukocok batangnya dgn tangan kananku, kepala penis terus kugesekkan di gumpalan daging toketnya, kiri dan kanan. Rasa nikmat semakin menjalar. Aku ingin berlama-lama merasakannya.
Setelah sekitar dua menit aku melakukan hal itu, nafsuku yg semakin tinggi mengalahkan rasa takut. Kulepas celana pendekku. Tampak penisku yg besar dan panjang berdiri dgn gagahnya. Kuraih kedua belah gumpalan toket mulus Amaya yg montok itu. Aku berdiri di atas lutut dgn mengangkangi pinggang ramping Amaya dgn posisi badan sedikit membungkuk. Penisku kemudian kujepit dgn kedua gumpalan toketnya. Kini rasa hangat toket Amaya terasa mengalir ke seluruh penisku.
Perlahan-lahan kugerakkan maju-mundur penisku di cekikan kedua toket Amaya. Kekenyalan daging toket tersebut serasa memijit-mijit penisku, memberi rasa nikmat yg luar biasa. Di kala maju, kepala penisku terlihat mencapai pangkal lehernya yg jenjang. Di kala mundur, kepala penisku tersembunyi di jepitan toketnya. Lama-lama gerak maju-mundur penisku bertambah cepat, dan kedua toket montoknya kutekan semakin keras dgn telapak tanganku agar jepitan daging kenyal di penisku semakin kuat. Aku pun merem melek menikmati enaknya jepitan toket indah.
Bibir Amaya pun mendesah-desah tertahan,
“Ah… hhh… hhh… ah…” Mungkin walaupun tetap dlm keadaan tertidur pulas, dia merasa geli dan ngilu-ngilu enak di kedua gumpalan toketnya yg kutekan-tekan dgn telapak tanganku dan kukocok dgn penisku.
Bibir mungil di kepala penisku pun mulai melelehkan sedikit cairan. Cairan tersebut membasahi belahan toket Amaya. Oleh gerakan maju-mundur penisku di dadanya yg diimbangi dgn tekanan-tekanan dan remasan-remasan tanganku di kedua toketnya, cairan itu menjadi teroles rata di sepanjang belahan dadanya yg menjepit penisku. Cairan tersebut menjadi pelumas yg memperlancar maju-mundurnya penisku di dlm jepitan toketnya. Dgn adanya sedikit cairan dari penisku tersebut aku merasakan keenakan dan kehangatan yg luar biasa pada gesekan-gesekan batang dan kepala penisku dgn kulit toket indahnya.
“Hih… hhh… edan… edan… Luar biasa enaknya…,” aku tak kuasa menahan rasa enak yg tak terperi.
Sementara nafas Amaya dlm tidurnya menjadi tdk teratur. Desahan-desahan keluar dari bibirnya yg sensual, yg kadang diseling desahan lewat hidungnya,
“Ngh… ngh… hhh… heh… eh… ngh…”
Desahan-desahan Amaya baik yg lewat hidung maupun lewat bibir semakin menuntun nafsuku untuk menaiki suatu perjalanan pendakian yg indah. Gesekan-gesekan maju-mundurnya penisku di jepitan gumpalan toketnya semakin cepat. Penisku semakin tegang dan keras. Kurasakan pembuluh darah yg melalui penisku berdenyut-denyut, menambah rasa hangat dan nikmat yg luar biasa.
“Sugoi… edan… oh… hhh…,” erangan-erangan keenakan keluar tanpa kendali dari mulutku.
“Sugoi… sugoi… Enak sekali, Amaya… Heh… rasa cewek Jepang luar biasa… Hhh… enaknya toket Jepang… hhh… enaknya gesekan kulit mulus Jepang… ah… Enaknya… mulusnya… hangatnya… enak sekali toket Jepang…”
Aku menggerakkan maju-mundur penisku di jepitan toket Amaya dgn semakin cepatnya. Rasa enak yg luar biasa mengalir dari penis ke syaraf-syaraf otakku. Kulihat wajah Amaya Kawamura. Walupun tertidur, namun alis matanya yg bagus bergerak naik turun seiring dgn desah-desah perlahan bibir sensualnya akibat tekanan-tekanan, remasan-remasan, dan kocokan-kocokan di toketnya. Ada sekitar lima menit aku menikmati rasa keenakan luar biasa di jepitan toketnya itu.
Toket sebelah kanannya kulepas dari telapak tanganku. Tangan kananku lalu membimbing penis dan menggesek-gesekkan kepala penis dgn gerakan memutar di kulit toketnya yg halus mulus. Sambil jari-jari tangan kiriku terus meremas toket kiri Amaya, penisku kugerakkan memutar-mutar menuju ke bawah. Ke arah perut. Dan di sekitar pusarnya, kepala penisku kugesekkan memutar di kulit perutnya yg putih mulus, sambil sesekali kusodokkan perlahan di lobang pusarnya. Rasa hangat, nikmat, dan bercampur geli menggelitiki kepala penisku.
Keberanianku semakin tinggi. Sekarang kedua tanganku mencopot celana dlm minimnya. Pinggul yg melebar indah itu tdk berpenutup lagi. Kulit perut yg semula tertutup celana dlm tampak jelas sekali. Licin, putih, dan amat mulus. Di bawah perutnya, jembut yg hitam lebat menutupi daerah sekitar lobang kemaluannya. Kedua paha mulus Amaya kemudian kurenggangkan lebih lebar. Kini hutan lebat di bawah perut tadi terkuak, mempertontonkan alat kemaluannya. Bibir meqi Amaya nampak berwarna coklat tua bersemu pink.
Aku pun mengambil posisi agar penisku dapat mencapai alat kemaluan Amaya dgn mudahnya. Dgn tangan kanan memegang penis, kepalanya kugesek-gesekkan ke jembut Amaya. Rasa geli menggelitik kepala penisku. Kemudian kepala penisku bergerak menyusuri jembut menuju ke meqinya. Kugesek-gesekkan kepala penis ke sekeliling bibir meqinya. Terasa geli dan nikmat.
Kemudian kepala penis kugesekkan agak ke arah lobang. Dan menusuk sedikit ke dlm. Lama-lama dinding mulut lobang kemaluan itu menjadi basah. Kugetarkan perlahan-lahan penisku sambil terus memasuki lobang meqi. Kini seluruh kepala penisku yg berhelm pink tebenam dlm jepitan mulut meqi Amaya. Jepitan mulut meqi itu terasa hangat dan enak sekali. Sementara getaran perlahan dgn amplituda kecil tanganku pada penis membuat kepala penisku merasa geli dan nikmat dlm sentuhan-sentuhannya dgn dinding lobang meqi.
Kembali dari mulut Amaya keluar desisan kecil tanda nikmat tak terperi.
Penisku semakin tegang. Sementara dinding mulut meqi Amaya terasa semakin basah. Perlahan-lahan penisku kutusukkan lebih ke dlm. Kini tinggal separuh batang yg tersisa di luar. Tusukan kuhentikan untuk memastikan bahwa Amaya tdk terbangun. Setelah yakin dia tdk terbangun, kembali secara perlahan kumasukkan penisku ke dlm meqi. Terbenam sdh seluruh penisku di dlm meqi Amaya. Sekujur penis sekarang dijepit oleh daging hangat yg basah di dlm meqi Amaya dgn sangat enaknya.
Sesaat aku diam. Kulihat ekspresi wajah Amaya kembali mengendur. Artinya dia tdk terbangun. Kemudian secara perlahan-lahan kugerakkan keluar-masuk penisku ke dlm meqinya. Sewaktu keluar, yg tersisa di dlm meqi hanya kepala penis saja. Sewaktu masuk seluruh penis terbenam di dlm meqi sampai batas pangkalnya. Rasa hangat dan enak yg luar biasa kini seolah memijiti seluruh bagian penisku. Aku menyukai rasa nikmat ini. Aku terus memasuk-keluarkan penisku ke lobang meqinya. Namun semua gerakanku kujaga tdk menghentak-hentak agar Amaya tdk terbangun. Dlm keadaan tetap tertidur alis matanya terangkat naik setiap kali penisku menusuk masuk meqinya secara perlahan. Bibir segarnya yg sensual sedikit terbuka, sedang giginya terkatup rapat. Dari mulut sexy itu keluar desis kenikmatan,
“Sssh… sssh… hhh… hhh… ssh… sssh…”
Aku terus mempertahankan kenikmatan yg mengalir lewat penisku dgn mengocok perlahan-lahan meqi perempuan Jepang tersebut. Enam menit sdh hal itu berlangsung. Lama-lama aku membutuhkan kocokan yg agak menghentak-hentak agar dapat mengakhiri perjalanan pendakian tersebut. Namun bila kocokan itu kulakukan ke meqi Amaya bisa-bisa dia terbangun. Jadi kocokan yg menghentak-hentak pada penis harus kulakukan di luar meqinya.
penis itu kulakukan. Aku kembali memasukkan seluruh penisku ke dlm meqinya. Kembali kukocok secara perlahan meqinya. Kunikmati kehangatan daging dlm meqinya. Kurasakan enaknya jepitan otot-otot meqi pada penisku.
Kubiarkan kocokan perlahan tersebut sampai selama dua menit. Kembali kutarik penisku dari meqi Amaya. Namun kini tdk seluruhnya, kepala penis masih kubiarkan tertanam dlm mulut meqinya. Sementara penis kukocok dgnjari-jari tangan kananku dgn cepatnya. Walaupin sdh berhati-hati, namun kepala penis itu menggelitiki dinding meqi dgn amplituda kecil tetapi berfrekuensi tinggi akibat kocokan tanganku di batangnya. Hal tersebut menyebabkan rasa enak tak terperi. Geli, hangat, dan nikmat.
Rasa enak itu agaknya dirasakan pula oleh Amaya. Terbukti walaupun dlm keadaan tidur, dia mendesah-desah akibat sentuhan-sentuhan getar kepala penisku pada dinding mulut meqinya,
“Sssh… sssh… zzz… ah… ah… hhh…”
Tiga menit kemudian kumasukkan lagi seluruh penisku ke dlm meqi Amaya. Dan kukocok perlahan. Kunikmati kocokan perlahan pada meqinya kali ini lebih lama. Sampai kira-kira empat menit. Lama-lama aku tdk puas. Kupercepat gerakan keluar-masuk penisku pada meqinya, namun tetap kujaga agar jangan menyentak-sentak. Kurasakan rasa enak sekali menjalar di sekujur penisku. Aku sampai tak kuasa menahan ekspresi keenakanku. Sambil tertahan-tahan, aku mendesis-desis,
“Subarashii… subarashii… sugoi… sugoi… edan… enaknya… Edan, hangatnya meqi Jepang… Edan jepitan meqinya… Amaya… meqimu luar biasa… Edan… nikmatnya…”
Gerakan keluar-masuk secara cepat itu berlangsung sampai sekitar empat menit. Kemudian rasa gatal-gatal enak mulai menjalar di sekujur penisku. Berarti beberapa saat lagi aku akan mengalami orgasme. Ke mana harus kusemprotkan? Yg jelas jangan di dlm meqinya. Dapat diketahui Amaya nantinya. Apalagi kalau Amaya sampai hamil dan terlahir anak Indonesia.
Kucopot penisku dari meqi Amaya. Segera aku berdiri dgn lutut mengangkangi tubuhnya agar penisku mudah mencapai toketnya. Kembali kuraih kedua belah toket montok itu untuk menjepit penisku yg berdiri dgn amat gagahnya. Agar penisku dapat terjepit dgn enaknya, aku agak merundukkan badanku. Kemudian penisku kukocokkan maju-mundur di dlm jepitan toket aduhai itu. Cairan dinding meqi Amaya yg membasahi penisku kini merupakan pelumas yg pas dlm memberi keenakan luar biasa pada gesekan-gesekan penisku dan kulit toket yg mulus itu.
“Edan… Amaya. Edan… luar biasa… Enak sekali… Toketmu kenyal sekali… Toketmu indah sekali… Payadaramu montok sekali… Toketmu mulus sekali… Oh… hangatnya… Sssh… nikmatnya… Tubuhmu luarrr biasa…”, aku merintih-rintih keenakan.
Sementara di dlm tidurnya Amaya mendesis-desis keenakan,
“Sssh… sssh… sssh…” Giginya tertutup rapat. Alis matanya bergerak ke atas ke bawah.
Aku mempercepat maju-mundurnya penisku. Aku memperkuat tekananku pada toketnya agar penisku terjepit lebih kuat. Rasa enak menjalar lewat penisku. Rasa hangat menyusup di seluruh penisku. Karena basah oleh cairan meqi, kepala penisku tampak amat mengkilat di saat melongok dari jepitan toket Amaya. Leher penis yg berwarna coklat tua dan helm penis yg berwarna pink itu menari-nari di jepitan toketnya. Lama-lama rasa gatal yg menyusup ke segenap penjuru penisku semakin menjadi-jadi.
Semakin kupercepat kocokan penisku pada toket Amaya. Rasa gatal semakin hebat. Rasa hangat semakin luar biasa. Dan rasa enak semakin menuju puncaknya. Tiga menit sdh kocokan hebat penisku di toket montok itu berlangsung. Dan ketika rasa gatal dan enak di penisku hampir mencapai puncaknya, aku menahan sekuat tenaga benteng pertahananku sambil mengocokkan penis di kempitan toket indah Amaya dgn sangat cepatnya. Rasa gatal, hangat, dan enak yg luar biasa akhirnya mencapai puncaknya. Aku tak kuasa lagi membendung jebolnya tanggul pertahananku.
“Amaya…!” pekikku dgn tdk tertahankan. Mataku membeliak-beliak.
Jebollah pertahananku. Rasa hangat dan nikmat yg luar biasa menyusup ke seluruh sel-sel penisku saat menyemburkan cairan sperma.
Creett! Creett! Creett! Creett!
Spermaku menyemprot dgn derasnya. Sampai empat kali. Kuat sekali semprotannya, sampai menghantam rahang bagus Amaya. Sperma tersebut berwarna putih dan kelihatan sangat kental. Dari rahang sperma yg banyak sekali itu mengalir turun ke arah leher Amaya yg putih dan jenjang.
Sperma yg tersisa di dlm penisku pun menyusul keluar dlm tiga semprotan. Cret! Cret! Cret! Kali ini semprotannya lemah. Semprotan awal hanya sampai pangkal batang leher mulus Amaya, sedang yg terakhir hanya jatuh di atas belahan toketnya.
Sejenak aku terdiam. Aku menikmati akhir-akhir kenikmatan pada penghujung pendakianku ini.
“Sugoi… luar biasa… Amaya, nikmat sekali tubuhmu…,” aku bergumam lirih.
Baru kali ini aku mengalami kenikmatan sex yg indah luar biasa. Diri bagai terlempar ke langit ketujuh. Jauh lebih indah daripada masturbasi dgn menghadapi gambar artis sexy yg bugil.
Setelah nafsuku menurun, penisku pun mengecil. Kulepaskan toket Amaya dari raupan telapak tanganku. Penisku sekarang tergeletak di atas belahan toketnya. Suatu komposisi warna yg kontras pun terlihat, penisku berwarna coklat dgn kepala penis berhelm pink, sedang kulit toket montok Amaya adalah putih mulus. Masih tdk puas aku memandangi toket indah yg terhampar di depan mataku tersebut.
Kemudian mataku memandang ke arah pinggangnya yg ramping dan pinggulnya yg melebar indah. Terus tatapanku jatuh ke meqinya yg dikelilingi oleh bulu jembut hitam jang lebat. Kubayangkan betapa enaknya bila bermain sex dlm kesadaran penuh dgn Amaya. Aku dapat menggeluti dan mendekap kuat tubuhnya yg benar-benar menantang kejantanan. Aku dapat mengocok meqinya dgn penisku dgn irama yg menghentak-hentak kuat. Dan aku dapat menyemprotkan spermaku di dlm meqinya sambil merengkuh kuat-kuat tubuhnya di saat orgasmeku.
“Engh…” Tiba-tiba Amaya menggeliatkan badannya.
Aku terkejut dan tersadar. Cepat-cepat aku meraih celana pendekku dan berlindung di belakang meja tamu. Sebentar menunggu reaksi, namun Amaya tertidur kembali dgn nafas yg teratur. Aku segera mengelap penis dgn tissue yg ada di atas meja, dan memakai celana pendek. Sementara kubiarkan celana dlmku tetap di dlm saku celana pendek agar aku penisku segera tertutup kembali.
Kemudian beberapa lembar tissue kuambil untuk mengelap spermaku yg berleleran di rahang, leher, dan toket Amaya. Ada yg tdk dapat dilap, yakni cairan spermaku yg sdh terlajur jatuh di rambut kepalanya.
“Ah, nggak apa-apalah. Masak dia tahu. Dia kan hilang kesadarannya. Mungkin jg dia baru terbangun besok pagi,” demikian pikirku.
Celana dlm pink kupakaikan kembali ke pinggul Amaya. Dan… edan! Penisku mulai berdiri lagi melihat kemolekan tubuh Amaya. Namun aku tdk boleh melakukannya lagi. Salah-salah dia terbangun. Cukup sdh sekali aku menikmati tubuhnya di saat dia tertidur pulas oleh pengaruh alkohol sehingga berlangsung aman. Daripada aku menanggung resiko lagi.
Kurapihkan kembali baju kimono tidurnya. Tissue-tissue bekas pengelap penis dan sperma di tubuh Amaya kukumpulkan menjadi satu. Akan kusimpan sebagai kenang-kenangan bahwa aku sdh berhasil menggeluti tubuh perempuan Jepang yg molek walaupun dia dlm keadaan tertidur. Akhirnya aku memutuskan kembali ke apartemenku sendiri, meninggalkan Amaya yg tertidur pulas di atas karpet di samping meja tamu.
Sempat kulirik jam dinding di ruang tamu Amaya, jarum jam menunjukkan pukul sembilan kurang seperempat. Kututup pintu rumah Amaya sambil bergumam lirih, “Terimakasih atas servis kenikmatannya, Amaya-san.”
Jam duduk di atas TV menunjukkan pukul 22:30 ketika pesawat telpon berdering. Aku bangun dari tidur-tiduran di depan TV. Gagang telpon pun kuangkat dari pesawatnya yg tergeletak di samping TV.
“Hai, Bobby desu keredomo…,” ucapku sambil menempelkan ujung gagang telpon ke telinga.
“A… Kawamura Amaya desu ga…,” suara merdu perempuan menyahut di telpon.
Deg! Jantungku berdegup keras. Telpon tersebut ternyata dari Amaya. Dia sdh tersadar dari tidurnya. Ada apa menelponku malam-malam begini? Tahukah dia dgn apa yg kuperbuat kepadanya dua jam yg lalu?
“A-ada apa?” tanyaku dgn suara agak bergetar.
“Gomenasai… tadi saya terlalu banyak minum. Jadi saya jatuh tertidur sebelum membuat kuitansi pembayaran apartemen. Uang sewa yg Bobby-san letakkan di atas meja sdh saya ambil, dan sekarang sdh saya buatkan kuitansinya. Harap datang ke sini sekarang untuk mengambilnya.”
Aku bernafas lega. Ternyata hanya urusan kuitansi. Suara Amaya tetap lembut. Tdk bernada tinggi. Berarti dia tdk sedang marah. Berarti dia tdk tahu kalau tubuhnya kuesek-esek dua jam yg lalu.
Aku lalu menuruni tangga apartemen dan berjalan menuju pintu rumah Amaya. Sebelum aku menekan bel pintu, dia sdh membuka pintu. Dia berdiri dgn menariknya, bagai bidadari yg turun dari kaygan.
Rambutnya sdh tersisir rapih, dgn bagian belakang dijepitkan ke atas. Dgn gaya sisiran semacam itu, leher jenjangnya yg putih mulus seolah dipamerkan dgn jelasnya. Kimono yg dikenakan masih kimono yg tadi. Kimono yg terbuat dari bahan putih, lembut, dan mengkilat. Dadanya membusung dgn gagahnya, dan putingnya tergambar jelas di kain kimono yg menutup dadanya. Wow… ada perubahan. Bau parfum! Kini bau parfum yg harum dan segar terpancar dari tubuhnya. Bau harum yg berbeda dgn wangi sabun mandi yg tadi terpancar dari tubuhnya.
“Ayo, masuk. Saya ambilkan kuitansinya.” Bibir sensual Amaya menyunggingkan senyum.
Senyum manis yg amat menggoda nafsuku. Dan berbeda dgn tadi, bibir sensualnya itu sekarang sdh berlapis lipstik tipis berwarna pink. Sexy, ranum, dan segar sekali bibir tersebut. Seolah menantang bibirku untuk melumat bibir tersebut habis-habisan.
Aku melangkah masuk.
“Sumimasen…,” kataku sambil menganggukkan kepala.
Pintu tertutup secara perlahan karena adanya pegas yg terpasang di dekat engselnya.
Aku kemudian berjalan di belakangnya menuju ruang tamu. Kuperhatikan goyang pantatnya yg sungguh aduhai. Gumpalan daging pantat itu tergambar jelas menggunduk di kimono tidurnya. Gundukan tersebut menggial ke kiri-kanan di saat melangkah, seolah menantang batang kejantananku untuk memijit-mijit kekenyalannya.
Amaya mengambil buku kuitansi dari rak buku, kemudian menyobeknya selembar.
“Ini Bobby-san, kuitansinya,” kata Amaya sambil memberikan lembaran itu padaku. Bibirnya menyunggingkan senyum. Matanya menatap diriku tajam. Namun menurut penilaianku, sunggingan bibir dan tatapan mata itu menantang diriku.
Aku mengulurkan tangan kanan untuk menerima kuitansi itu. Belum lagi kuitansi kupegang, Amaya sdh melepaskan kertas kuitansi tersebut. Akibatnya kertas kuitansi melayg jatuh. Secara refleks tanganku bergerak ke bawah berusaha menyelamatkan kuitansi sebelum menyentuh lantai. Agaknya Amaya pun melakukan gerak refleks yg sama dgnku, bahkan dia bergerak sedikit lebih cepat. Tangan Amaya berhasil menangkap kuitansi, sementara tanganku dgn tdk sengaja menangkap jari-jari tangan Amaya.
Aku terpana dgn ketdksengajaanku. Kehalusan jari-jari tangan Amaya terasa benar di dlm genggaman tanganku. Sementara posisi tubuh Amaya yg agak membungkuk membuat mataku dapat melihat belahan toket montok yg amat mulus itu dgn jelas dari belahan baju kimononya. Edan… penisku berdiri lagi.
Amaya menatap tanganku yg tanpa sengaja menggenggam jari tangannya. Kemudian tatapan matanya beralih ke wajahku. Sinar matanya itu… sinar mata meminta. Sinar mata orang yg sedang kehausan. Sinar mata orang yg sedang penuh hasrat.
Tiba-tiba Amaya merangkul pundakku. Toketnya menekan dadaku dgn hangatnya.
“Bobby-san. Buat apa kau berpura-pura,” kata Amaya,
“Aku tahu kau melakukan masturbasi di sini saat aku tertidur pulas tadi. Saat aku terbangun, rambutku ada yg basah oleh air mani. Dan itu pasti air manimu…”
Amaya mempererat rangkulannya pada bahuku. Dia berdiri sedikit berjinjit. Bibir sensualnya yg berwarna pink merekah itu dgn ganasnya mendarat di bibirku dan melumat-lumat bibirku. Nafasku jadi terengah-engah tdk beraturan.
“Kawamura-san…,” kataku tersenggal di saat bibirku sedikit terbebas dari bibirnya.
“Bobby-san… jangan gunakan nama keluarga saat ini. Panggil saja namaku… Amaya…,” pinta Amaya. “Bobby-san… cumbulah diriku… Sdh lama saya merindukan cumbuan hangat yg menggelora… Cumbuan laki-laki jantan yg penuh tenaga… Dan sejak pertamakali melihatmu, saya mendambakan cumbuan geloramu. Saya suka bermasturbasi dgn membayangkan tubuhmu yg tegap berisi… Bila suamiku sedang menggelutiku, kubayangkan bahwa yg menggelutiku itu adalah dirimu…”
Nafsuku terbakar. Ternyata hasratku untuk merasakan keaduhaian tubuhnya yg sdh cukup lama timbul dlm diriku tdk bertepuk sebelah tangan. Ternyata dia jg menyimpan hasrat untuk bercinta dgnku.
“Amaya…,” desahku penuh nafsu.
Bibirku pun menggeluti bibirnya. Bibir sensual yg menantang itu kulumat-lumat dgn ganasnya. Tdk kusisakan satu milimeter pun bibir itu dari seranganku. Sementara Amaya pun tdk mau kalah. Bibirnya pun menyerang bibirku dgn dahsyatnya, seakan tdk mau kedahuluan oleh lumatan bibirku.
Kedua tangankupun menyusup diantara lengan tangannya. Tubuh sexy dan kenyal itu sekarang berada dlm dekapanku. Aku mempererat dekapanku, sementara Amaya pun mempererat pelukannya pada diriku. Kehangatan tubuhnya terasa merembes ke badanku, walau lembaran kain baju masih memerantarai kami. Toketnya yg membusung terasa semakin menekan dadaku. Jari-jari tangan Amaya mulai meremas-remas kulit punggungku dari sela-sela lobang leher T-shirt yg kupakai.
“Bobby-san… kita langsung lepas pakaian dulu saja…,” kata Amaya sambil berusaha melepas T-shirtku.
Aku mengangkat kedua tangan ke atas untuk memberi kesempatan dia mencopot T-shirt. Tercopot sdh kaos yg kupakai itu. Kini kedua tangan Amaya dgn sigap melepaskan ikatan tali celana pendekku. Dan mencopotnya, sehingga aku kini tinggal memakai celana dlm saja.
Amaya pun merangkul punggungku lagi. Aku kembali mendekap erat tubuh Amaya sambil melumat kembali bibirnya. Sambil tangan kiri terus mendekap tubuh, tangan kananku bergerak ke samping pinggang Amaya dan melepaskan ikatan baju kimono tidurnya. Begitu terbuka kusingkapkan bukaan kimono tadi. Kemudian kedua tanganku menyusup ke dlm kimono dan langsung mendekap erat punggungnya yg berkulit halus. Amaya kemudian melepaskan rangkulannya ke tubuhku dan mengayunkan kedua tangannya satu per satu ke belakang agar kimononya terlepas dari tubuhnya. Dan terjatuhlah kimononya ke lantai. Kini dia seperti diriku, hanya mengenakan celana dlm saja.
Dlm keadaan hanya memakai celana dlm saja, kami kembali berpelukan erat dan saling melumat bibir. Sementara tangan kami saling meremas-remas kulit punggung. Kehangatan menyertai tubuh bagian depan kami yg saling menempel. Kini kurasakan toketnya yg montok menekan nakal ke dadaku. Dan ketika saling sedikit bergeseran, putingnya seolah-olah menggelitiki dadaku. Penisku terasa hangat dan mengeras di dlm celana dlm. Penisku serasa protes, ingin ikut-ikutan menyerang tubuh mulus Amaya.
Tangan kiriku pun turun ke arah perbatasan pinggang ramping dan pinggul besar Amaya, kemudian menekannya kuat-kuat dari belakang ke arah perutku. Kini masih di dlm celana dlm, penisku tergencet perut bawahku dan perut bawah Amaya dgn enaknya. Sementara bibirku melepaskan diri dari bibir Amaya, dan bergerak ke arah lehernya. Leher jenjang yg putih mulus dan berbau harum segar itu pun kuciumi, kuhisap-hisap dgn hidungku, dan kujilati dgn lidahku.
“Ah… geli… geli…,” desah Amaya sambil menengadahkan kepala, agar seluruh leher sampai dagunya terbuka dgn luasnya.
Amaya pun membusungkan dadanya dan melenturkan pinggangnya ke depan. Dgn posisi begitu, walaupun wajahku dlm keadaan menggeluti lehernya, tubuh kami dari dada hingga bawah perut tetap dapat menyatu dgn rapatnya. Tangan kananku lalu bergerak ke dadanya yg montok, dan meremas-remas toket tersebut dgn perasaan gemas.
Setelah puas menggeluti lehernya, wajahku turun ke arah belahan dadanya. Aku berdiri dgn agak merunduk. Tangan kiriku pun menyusul tangan kanan, yakni bergerak memegangi toket. Wajahku kemudian menggeluti belahan toket Amaya, sementara kedua tanganku meremas-remas kedua belah toketnya sambil menekan-nekankannya ke arah wajahku.
Segala kemulusan dan kehalusan belahan dada itu kukecupi dgn bibirku. Segala keharuman yg terpancar dari belahan toket itu kuhirup kuat-kuat dgn hidungku, seolah tdk rela apabila ada keharuman yg tersisa sedikitpun. Kugesek-gesekkan memutar wajahku di belahan toket itu. Kemudian bibirku bergerak ke atas bukit toket sebelah kiri. Kuciumi bukit toket yg membusung dgn gagahnya itu. Dan kumasukkan puting toket di atasnya ke dlm mulutku. Kini aku menyedot-sedot puting toket kiri Amaya. Kumainkan puting di dlm mulutku itu dgn lidahku. Sedotan kadang kuperbesar ke puncak bukit toket di sekitar puting yg berwarna coklat.
“Ah… ah… Bobby-san… geli… geli…,” mulut indah Amaya mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan, bagaikan desisan ular yg kelaparan mencari mangsa.
Aku memperkuat sedotanku. Sementara tanganku meremas kuat toket montok yg kenyal Amaya sebelah kanan. Kadang remasan kuperkuat dan kuperkecil menuju puncak bukitnya, dan kuakhiri dgn tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jariku pada puting di atas puncak bukit toket kanan itu.
“Bobby-san… hhh… geli… geli… enak… enak… ngilu… ngilu…”
Aku semakin gemas. Toket aduhai Amaya itu kumainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit toket kadang kusedot sebesar-besarnya dgn tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yg kusedot hanya putingnya dan kucepit dgn gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang kuremas dgn daerah tangkap sebesar-besarnya dgn remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya kupijit-pijit dan kupelintir-pelintir kecil puting yg mencuat gagah di puncaknya.
“Ah… Bobby-san… terus Bobby-san… terus… hzzz… ngilu… ngilu…” Amaya mendesis-desis keenakan.
Matanya kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhnya ke kanan-kiri semakin sering frekuensinya.
Sampai akhirnya Amaya tdk kuat melayani serangan-serangan awalku. Dia dgn gerakan cepat memelorotkan celana dlmku hingga turun ke paha. Aku memaklumi maksudnya, segera kurapatkan lututku sehingga celana dlm melorot jatuh ke karpet ruang tamu. Jari-jari tangan kanan Amaya yg mulus dan lembut kemudian menangkap penisku yg sdh berdiri dgn gagahnya. Sejenak dia memperlihatkan rasa terkejut.
“Sugoi… Bobby-san, sugoi… Penismu besar sekali… Penis pacar-pacarku dulu dan jg penis suamiku tdk ada yg sebesar ini. Sugoi… sugoi…,” ucapnya terkagum-kagum.
Sambil membiarkan mulut, wajah, dan tanganku terus memainkan dan menggeluti kedua belah toketnya, jari-jari lentik tangan kanannya meremas-remas perlahan penisku secara berirama, seolah berusaha mencari kehangatan dan kenikmatan di liatnya menara kejantananku. Remasannya itu memberi rasa hangat dan nikmat pada penisku.
“Bobby-san, kita main di dlm kamar saja…,” ajak Amaya dgn sinar mata yg sdh dikuasai nafsu birahi.
Tangan kirinya mendorong perlahan diriku untuk membebaskan toketnya dari gelutan wajah dan tanganku. Dia lalu mengunci pintu dari dlm dan membiarkan kunci tetap tertanam di lobangnya agar orang dari luar tdk dapat membukanya. Setelah itu dia menarik tanganku.
Aku dan Amaya pun berjalan menuju menuju kamar yg ada di sebelah ruang tamu. Kamar itu berukuran dua belas tatami. Sebagaimana kamar-kamar tidur tradisional Jepang, kamar itu kelihatan kosong, tanpa perabotan rak atau lemari. Namun di salah satu dindingnya, terdapat dua buah pintu geser dimana di dalamnya terdapat suatu ruang bersusun untuk menaruh futon.
Futon adalah kasur tidur yg gampang digulung. Kebiasaan orang Jepang, bila mereka mau tidur mereka membuka futon, sedang bila selesai tidur maka futon tersebut mereka gulung kembali dan mereka simpan di ruang bersusun yg menyatu dgn dinding tersebut. Dgn cara inilah orang Jepang menghemat tempat karena di saat tdk tidur maka kamar tersebut dapat dipakai untuk acara lainnya.
Amaya yg tinggal tertutup celana dlm itu berjalan di depanku. Dari belakang, bentuk tubuhnya sungguh terlihat aduhai. Rambut belakang yg diikatnya ke atas itu menyebabkan lehernya yg jenjang terlihat jelas bagian belakangnya. Beberapa helai rambut bagian bawahnya yg pendek terlepas dari ikatan tersebut dan terjatuh menghiasi lehernya yg jenjang. Kulit punggungnya kelihatan licin. Tubuh tersebut meramping di bagian pinggangnya. Di bawah pinggang, tampak pinggulnya yg melebar dgn indahnya. Celana dlm pink minimnya tdk mampu menyembunyikan keindahan gundukan daging pantatnya yg putih dan amat mulus. Gundukan daging pantat itu menggial ke kiri-kanan dgn amat merangsangnya bergerak mengimbangi setiap langkah kakinya. Kemudian bentuk paha dan betisnya amatlah bagus, berkulit putih mulus tanpa terlihat goresan sedikitpun.
Perempuan Jepang bertubuh aduhai itu membuka pintu geser dan mengambil satu futon lebar dari dalamnya. Lebar futon itu kira-kira satu tiga per empat lebar futon yg kupunyai. Agaknya futon tersebut adalah futon untuk tidur dua orang. Amaya lalu membuka futon tersebut di atas lantai kamar yg berkarpet tebal berwarna biru tua. Dlm mengatur letaknya, dia merunduk menghadap ke arahku. Toketnya yg besar dan montok itupun tampak menggantung kenyal dgn indahnya di dadanya. Di bawah lampu neon, gundukan toket itu tampak amat mulus dan putih mengkilat.
Sementara ujungnya berwarna coklat tua, dgn putingnya yg menyembul gagah di tengah-tengahnya berwarna pink kecoklat-coklatan. Amaya kemudian mengambil sprei dari ruang susun atas, lalu menutup kembali pintu geser tersebut. Ketika mengambil sprei, tubuh tampak kanannya kelihatan jelas dari tempatku berdiri. Dari samping kanannya, toketnya kelihatan begitu membusung dgn bagusnya, di mana ujung serta putingnya kelihatan meruncing tajam dgn aduhainya. Sungguh toket dan puting yg sangat enak dilahap dan disedot-sedot.
Selesai melapisi futon dgn sprei, Amaya mematikan lampu neon dan berjalan membelakangiku dlm rangka menghidupkan lampu bercahaya kuning yg agak remang-remang. Masih pada posisi membelakangiku, dia lalu mencopot celana dalamnya. Wow… luar biasa! Kini tubuh yg membelakangiku itu telanjang bulat, tanpa suatu penutup kain selembarpun. Gumpalan daging di pantatnya yg tadi masih ditutupi celana dlm itu kini terlihat menggunduk dgn amat bagusnya. Di bawah sorot lampu kekuningan, kulit pantat yg putih itu menjadi terlihat kuning licin. Sungguh mulus sekali.
Aku tdk dapat berlama-lama memandang tubuh Amaya yg sungguh aduhai itu. Segera kurengkuh tubuhnya dari belakang dgn gemasnya. Kukecup daerah antara telinga dan lehernya. Bau harum dan segar yg terpancar dari kulitnya kuhisap dlm-dlm. Kadang daun telinga sebelah bawahnya yg kebetulan sedang tdk memakai anting-anting kukulum dlm mulutku dan kumainkan dgn lidahku. Kadang ciumanku berpindah ke punggung lehernya yg jenjang. Kujilati pangkal helaian rambutnya yg terjatuh di kulit lehernya.
Sementara tanganku mendekap dadanya dgn eratnya. Telapak dan jari-jari tanganku meremas-remas kedua belah toketnya. Remasanku kadang sangat kuat, kadang melemah. Sementara di bagian bawah, penisku kutekankan ke gundukan pantatnya yg amat mulus. Penisku merasa hangat dan nikmat berada di himpitan pantat kenyal Amaya dan kulit perut bawahku sendiri. Sambil telunjuk dan ibu jari tangan kananku menggencet dan memelintir perlahan puting toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas kuat bukit toket kanannya dan bibirku menyedot kulit mulus pangkal lehernya yg bebau harum, penisku kugesek-gesekkan dan kutekan-tekankan ke pantatnya. Amaya pun menggelinjang ke kiri-kanan bagaikan ikan yg hampir kehabisan air.
“Ah… Bobby-san… ngilu… ngilu… terus Bobby-san… terus… ah… geli… geli… terus… hhh… enak… enaknya… enak…,” Amaya merintih-rintih sambil terus berusaha menggeliat ke kiri-kanan dgn berirama sejalan dgn permainan tanganku di toketnya.
Akibatnya pinggulnya menggial ke kanan-kiri. Goyang gialan pinggul itu membuat penisku yg sedang menggesek-gesek dan menekan-nekan pada kenyalnya bukit pantatnya merasa semakin keenakan. Penisku serasa diremas-remas dan dipelintir-pelintir oleh pantat mulus Amaya.
“Amaya… enak sekali Amaya… enak sekali pantatmu… sssh… luar biasa… enak sekali…,” aku pun mendesis-desis keenakan.
“Hi-hik… Bobby-san… kamu keenakan ya? Penismu terasa besar dan keras sekali memijat-mijat pantatku. Wow… penismu terasa hangat di kulit pantatku… Ah…
sssh… Bobby-san… tanganmu nakal sekali di dadaku… ngilu, Bob… ngilu…,” rintih Amaya.
“Benar, Amaya… tanganku memang nakal… tetapi penyebabnya karena toketmu besar dan kenyal sekali.
Toketmu mulus sekali… Toketmu licin sekali… Sssh… luar biasa indahnya…”
“Bobby-san… ngilu… suka sekali kau memainkan toketku… Ah… geli ah, geli… Jangan mainkan hanya putingnya saja… geli… remas seluruhnya saja…” Amaya semakin menggelinjang-gelinjang dlm dekapan eratku.
“Amaya… sugoi… indah sekali toketmu… Kenapa kau tdk jadi bintang film saja… Toketmu lebih indah dari toket Natsumi Kawahama… Toketmu lebih bagus dari toket Ai Iijima… Seharusnya kau jadi bintang film saja…”
“Auw! Bobby-san… remasanmu kuat sekali… Tanganmu nakal sekali… Sssh… sssh… ngilu… ngilu… Ak… penismu di pantatku jg nakal sekali… besar sekali… kuat sekali…”
“Habis… pinggulmu bagus sekali… pantatmu kenyal dan mulus sekali… licin sekali… Wow… pantatmu bergoyang ke kanan-kiri… Edan… edan… enak sekali…”
Aku semakin bersemangat menekan-tekankan penisku di pantat Amaya yg licin dan mulus sekali itu. Tekanannya menjadi berputar-putar akibat goyangan ke kiri-kanan pinggul Amaya. Rasa hangat dan enak sekali mengalir semakin hebat di seluruh sel-sel penisku. Seiring dgn rasa enak itu aku semakin meningkatkan permainan tanganku di toket montok itu dan kecupan-kecupan bibirku di leher dan daun telinganya.
“Sssh… Bobby-san. Ngilu… ngilu… geli… geli… Nakal sekali tangan, mulut, dan penis kamu. Auw…! Ngilu… ngilu…,” suara rintihan Amaya mulai terdengar melayg. Seolah dia sdh berada di antara alam sadar dan alam tak sadar.
“Sdh Bobby-san… aku sdh tdk tahan lagi… Aku inginkan permainan yg sebenarnya… “
Tanpa menunggu aba-aba kedua kalinya, tubuh telanjang Amaya yg mulus itu langsung kubopong ke atas futon.
Di dlm boponganku, Amaya merangkulkan tangannya ke leherku sambil bibirnya mengecupi lengan tanganku. Untuk ukuran perempuan Jepang, tubuh Amaya sebenarnya termasuk istimewa. Kebanyakan perempuan Jepang, tinggi badan mereka hanya sekitar 160 cm, sedang toket mereka relatif kecil. Kalau masalah pinggul, mereka memang rata-rata mempunyai bentuk yg melebar dgn bagusnya, yg cukup kontras dgn pinggang mereka yg ramping-ramping.
Berbeda dgn Amaya, dia mempunyai badan yg tergolong tinggi, yakni 167 cm. Toketnya besar, padat, dan montok. Pinggangnya ramping, dan pinggulnya luar biasa. Kecuali melebar dgn bagusnya, gumpalan pantatnya pun membusung ke luar dgn amat indahnya. Walaupun kulitnya putih dan mulus, namun tubuhnya tdk lunak dan empuk. Seluruh bagian tubuh yg sdh kugeluti terasa padat dan kenyal. Makanya kalau dipandang dari kejauhan kulit tubuhnya mengesankan licin dan mulus sekali. Namun untuk membopong tubuh aduhai Amaya yg berukuran serba istimewa itu bagiku tdk ada masalah. Enteng-enteng saja. Tinggi badanku sendiri 174 cm. Badanku padat dan tegap. Dadaku bidang. Orang-orang Jepang temanku dlm latihan aikido bilang tubuhku sangat atletis ditambah dgn otot-otot badan yg berisi.
Tubuh Amaya kubaringkan di atas futon. Amaya tdk mau melepaskan tangannya dari leherku. Bahkan, begitu tubuhnya menyentuh futon, tangannya menarik wajahku mendekat ke wajahnya. Tak ayal lagi, bibirnya yg pink merekah itu melumat bibirku dgn ganasnya. Aku pun tdk mau mengalah. Kulumat bibirnya dgn penuh nafsu yg menggelora, sementara tanganku mendekap tubuhnya dgn kuatnya. Kulit punggungnya yg teraih oleh telapak tanganku kuremas-remas dgn gemasnya.
Kemudian aku menindihi tubuh Amaya. Penisku terjepit di antara kemulusan pangkal pahanya dan perutku bagian bawah sendiri. Rasa hangat mengalir ke penisku yg tegang dan keras. Bibirku kemudian melepaskan bibir sensual Amaya. Kecupan bibirku pun turun. Kukecup dagu Amaya yg bagus. Kukecup leher jenjang Amaya yg memancarkan bau wangi dan segarnya parfum yg dia pakai. Kuciumi dan kugeluti leher indah itu dgn wajahku, sementara pantatku mulai bergerak aktif sehingga penisku menekan dan menggesek-gesek paha Amaya. Gesekan maju-mundur di kulit paha yg licin itu membuat penisku bagai diperas dgn gerakan maju-mundur. Kepala penisku merasa geli-geli enak oleh gesekan-gesekan paha Amaya.
Puas menggeluti leher indah itu, wajahku pun turun ke toket montok Amaya. Dgn gemas dan ganasnya aku membenamkan wajahku ke belahan dadanya, sementara kedua tanganku meraup kedua belah toketnya dan menekannya ke arah wajahku. Keharuman toketnya kuhirup sepuas-puasku. Belum puas dgn menyungsep ke belahan dadanya, wajahku kini menggesek-gesek memutar sehingga kedua gunung toketnya tertekan-tekan oleh wajahku secara bergantian. Sungguh sedap sekali rasanya ketika hidungku menyentuh dan menghirup dlm-dlm daging toket yg besar dan kenyal itu. Kemudian bibirku meraup puncak bukit toket kiri Amaya. Daerah toket yg kecoklat-coklatan beserta putingnya yg pink kecoklat-coklatan itu pun masuk dlm mulutku. Kulahap ujung toket dan putingnya itu dgn bernafsunya, tak ubahnya seperti bayi yg menetek susu setelah kelaparan selama seharian. Di dlm mulutku, puting itu kukulum-kulum dan kumainkan dgn lidahku.
“Bobby-san… geli… geli…,” kata Amaya kegelian.
Aku tdk perduli. Aku terus mengulum-kulum puncak bukit toket Amaya. Putingnya terasa di lidahku menjadi keras. Kemudian aku kembali melahap puncak bukit toket itu sebesar-besarnya. Apa yg masuk dlm mulutku kusedot sekuat-kuatnya. Sementara toket sebelah kanannya kuremas sekuat-kuatnya dgn tanganku. Hal tersebut kulakukan secara bergantian antara toket kiri dan toket kanan Amaya. Sementara penisku semakin menekan dan menggesek-gesek dgn beriramanya di kulit pahanya. Amaya semakin menggelinjang-gelinjang dgn hebatnya.
“Bobby-san… Bobby… ngilu… ngilu… hihhh… nakal sekali tangan dan mulutmu… Auw! Sssh… ngilu… ngilu…,” rintih Amaya.
Rintihannya itu justru semakin mengipasi api nafsuku. Api nafsuku semakin berkobar-kobar. Semakin ganas aku mengisap-isap dan meremas-remas toket montoknya. Sementara penisku berdenyut-denyut keenakan merasakan hangat dan licinnya paha Amaya.
Akhirnya aku tdk sabar lagi. Kulepaskan toket montok Amaya dari gelutan mulut dan tanganku. Bibirku kini berpindah menciumi dagu dan lehernya, sementara tanganku membimbing penisku untuk mencari liang meqinya. Kuputar-putarkan dulu kepala penisku di kelebatan jembut disekitar bibir meqi Amaya. Bulu-bulu jembut itu bagaikan menggelitiki kepala penisku. Kepala penisku pun kegelian. Geli tetapi enak.
“Bobby-san… kamu sdh ingin masuk? Hi-hi-hik… dasar masih perjaka. Baru pertama kali menggeluti perempuan, jadi tdk sabar untuk merasakan meqi perempuan. Hi-hi-hik… kau akan cepat terlempar ke langit ketujuh, Bob. Kau akan segera ejakulasi… Namun bukan masalah, nanti kita dapat melakukan babak kedua…”
Jari-jari tangan Amaya yg lentik meraih penisku yg sdh amat tegang. Pahanya yg mulus itu dia buka agak lebar.
“Sugoi… sugoi… penismu besar dan keras sekali, Bob…,” katanya sambil mengarahkan kepala penisku ke lobang meqinya.
Sesaat kemudian kepala penisku menyentuh bibir meqinya yg sdh basah. Kemudian dgn perlahan-lahan dan sambil kugetarkan, penis kutekankan masuk ke liang meqi. Kini seluruh kepala penisku pun terbenam di dlm meqi. Daging hangat berlendir kini terasa mengulum kepala penisku dgn enaknya.
Aku menghentikan gerak masuk penisku.
“Bobby-san… teruskan masuk, Bob… Sssh… enak… jangan berhenti sampai situ saja…,” Amaya protes atas tindakanku.
Namun aku tdk perduli. Kubiarkan penisku hanya masuk ke lobang meqinya hanya sebatas kepalanya saja, namun penisku kugetarkan dgn amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungku dgn ganasnya menggeluti lehernya yg jenjang, lengan tangannya yg harum dan mulus, dan ketiaknya yg bersih dari bulu ketiak. Amaya menggelinjang-gelinjang dgn tdk karuan.
“Sssh… sssh… enak… enak… geli… geli, Bob. Geli… Terus masuk, Bob…”
Bibirku mengulum kulit lengan tangannya dgn kuat-kuat. Sementara tenaga kukonsentrasikan pada pinggulku. Dan… satu… dua… tiga! Penisku kutusukkan sedalam-dalamnya ke dlm meqi Amaya dgn sangat cepat dan kuatnya. Plak! Pangkal pahaku beradu dgn pangkal pahanya yg mulus yg sedang dlm posisi agak membuka dgn kerasnya. Sementara kulit penisku bagaikan diplirid oleh bibir dan daging lobang meqinya yg sdh basah dgn kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt!
“Auwww!” pekik Amaya.
Aku diam sesaat, membiarkan penisku tertanam seluruhnya di dlm meqi Amaya tanpa bergerak sedikit pun.
“Sakit Bobby-san… Nakal sekali kamu… nakal sekali kamu…,” kata Amaya sambil tangannya meremas punggungku dgn kerasnya.
Aku pun mulai menggerakkan penisku keluar-masuk meqi Amaya. Aku tdk tahu, apakah penisku yg berukuran panjang dan besar ataukah lubang meqi Amaya yg berukuran kecil. Yg saya tahu, seluruh bagian penisku yg masuk meqinya serasa dipijit-pijit dinding lobang meqinya dgn agak kuatnya. Pijitan dinding meqi itu memberi rasa hangat dan nikmat pada penisku.
“Bagaimana Amaya, sakit?” tanyaku
“Sssh… enak sekali… enak sekali… Barangmu besar dan panjang sekali… sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru lobang meqiku…,” jawab Amaya.
Aku terus memompa meqi Amaya dgn penisku perlahan-lahan. Toket kenyalnya yg menempel di dadaku ikut terpilin-pilin oleh dadaku akibat gerakan memompa tadi. Kedua putingnya yg sdh mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadaku yg bidang. Kehangatan toketnya yg montok itu mulai terasa mengalir ke dadaku. Penisku serasa diremas-remas dgn berirama oleh otot-otot meqinya sejalan dgn genjotanku tersebut. Terasa hangat dan enak sekali. Sementara setiap kali menusuk masuk kepala penisku menyentuh suatu daging hangat di dlm meqi Amaya. Sentuhan tersebut serasa menggelitiki kepala penis sehingga aku merasa sedikit kegelian. Geli-geli nikmat.
Kemudian aku mengambil kedua kakinya yg putih mulus dan mengangkatnya. Sambil menjaga agar penisku tdk tercabut dari lobang meqinya, aku mengambil posisi agak jongkok. Betis kanan Amaya kutumpangkan di atas bahuku, sementara betis kirinya kudekatkan ke wajahku. Sambil terus mengocok meqinya perlahan dgn penisku, betis kirinya yg amat indah itu kuciumi dan kukecupi dgn gemasnya. Setelah puas dgn betis kiri, ganti betis kanannya yg kuciumi dan kugeluti, sementara betis kirinya kutumpangkan ke atas bahuku. Begitu hal tersebut kulakukan beberapa kali secara bergantian, sambil mempertahankan rasa nikmat di penisku dgn mempertahankan gerakan maju-mundur perlahannya di meqi Amaya.
Setelah puas dgn cara tersebut, aku meletakkan kedua betisnya di bahuku, sementara kedua telapak tanganku meraup kedua belah toketnya. Masih dgn kocokan penis perlahan di meqinya, tanganku meremas-remas toket montok Amaya. Kedua gumpalan daging kenyal itu kuremas kuat-kuat secara berirama. Kadang kedua putingnya kugencet dan kupelintir-pelintir secara perlahan. Puting itu semakin mengeras, dan bukit toket itu semakin terasa kenyal di telapak tanganku. Amaya pun merintih-rintih keenakan. Matanya merem-melek, dan alisnya mengimbanginya dgn sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah.
“Ah… Bobby-san, geli… geli… Tobat… tobat… Ngilu Bob, ngilu… Sssh… sssh… terus Bob, terus…. Edan… edan… penismu membuat meqiku merasa enak sekali… Nanti jangan disemprotkan di luar meqi, Bob. Nyemprot di dlm saja… aku sedang tdk subur…”
Aku mulai mempercepat gerakan masuk-keluar penisku di meqi Amaya.
“Ah-ah-ah… bener, Bob. Bener… yg cepat… Terus Bob, terus… “
Aku bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihan Amaya. Tenagaku menjadi berlipat ganda. Kutingkatkan kecepatan keluar-masuk penisku di meqi Amaya. Terus dan terus. Seluruh bagian penisku serasa diremas-remas dgn cepatnya oleh daging-daging hangat di dlm meqi Amaya. Mata Amaya menjadi merem-melek dgn cepat dan dan indahnya. Begitu jg diriku, mataku pun merem-melek dan mendesis-desis karena merasa keenakan yg luar biasa.
“Sssh… sssh… Amaya… enak sekali… enak sekali meqimu… enak sekali meqimu…”
“Ya Bob, aku jg merasa enak sekali… terusss… terus Bob, terusss…”
Aku meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kantholku pada meqinya. Penisku terasa bagai diremas-remas dgn tdk karu-karuan.
“Bob… Bob… sugoi Bob, sugoi… sssh… sssh… Terus… terus… Saya hampir keluar nih Bob…
sedikit lagi… kita keluar sama-sama ya Booob…,” Amaya jadi mengoceh tanpa kendali.
Aku mengayuh terus. Aku belum merasa mau keluar. Namun aku harus membuatnya keluar duluan. Biar perempuan Jepang yg molek satu ini tahu bahwa lelaki Indonesia itu perkasa. Biar dia mengakui kejantanan orang Indonesia yg bernama Bobby ini. Sementara penisku merasakan daging-daging hangat di dlm meqi Amaya bagaikan berdenyut dgn hebatnya.
“Bobby-san… Bobby… Bobby…,” rintih Amaya. Telapak tangannya memegang kedua lengan tanganku seolah mencari pegangan di batang pohon karena takut jatuh ke bawah.
Ibarat pembalap, aku mengayuh sepeda balapku dgn semakin cepatnya. Bedanya, dibandingkan dgn pembalap aku lebih beruntung. Di dlm “mengayuh sepeda” aku merasakan keenakan yg luar biasa di sekujur penisku. Sepedaku pun mempunyai daya tarik tersendiri karena mengeluarkan rintihan-rintihan keenakan yg tiada terkira.
“Bob… ah-ah-ah-ah-ah… Kimochi Bob, kimochi… Ah-ah-ah-ah-ah… Mau keluar Bob… mau keluar… ah-ah-ah-ah-ah… sekarang ke-ke-ke…”
Tiba-tiba kurasakan penisku dijepit oleh dinding meqi Amaya dgn sangat kuatnya. Di dlm meqi, penisku merasa disemprot oleh cairan yg keluar dari meqi Amaya dgn cukup derasnya. Dan telapak tangan Amaya meremas lengan tanganku dgn sangat kuatnya. Mulut sensual Amaya pun berteriak tanpa kendali:
“…keluarrr…!”
Mata Amaya membeliak-beliak. Sekejap tubuh Amaya kurasakan mengejang.
Aku pun menghentikan genjotanku. Penisku yg tegang luar biasa kubiarkan diam tertanam dlm meqi Amaya. Penisku merasa hangat luar biasa karena terkena semprotan cairan meqi Amaya. Kulihat mata Amaya kemudian memejam beberapa saat dlm menikmati puncak orgasmenya.
Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan tangannya pada lenganku perlahan-lahan mengendur. Kelopak matanya pun membuka, memandangi wajahku. Sementara jepitan dinding meqinya pada penisku berangsur-angsur melemah, walaupun penisku masih tegang dan keras. Kedua kaki Amaya lalu kuletakkan kembali di atas futon dgn posisi agak membuka. Aku kembali menindih tubuh telanjang Amaya dgn mempertahankan agar penisku yg tertanam di dlm meqinya tdk tercabut.
“Bobby-san… kamu luar biasa… kamu membawaku ke langit ke tujuh,” kata Amaya dgn mimik wajah penuh kepuasan,
“Sdh dua tahun terakhir ini suamiku tdk pernah membawa aku orgasme. Baru setengah jalan dia selalu sdh keluar. Dlm dua tahun belakangan ini aku mencapai kepuasan seks lewat onani sambil menonton blue film. Aku selalu membayangkan bahwa perempuan yg digenjot dlm film itu adalah diriku. Dan sejak kamu tinggal di sini, aku selalu membayangkan bahwa laki-laki yg menggenjot lawan mainnya di film tersebut adalah kamu.”
Aku senang mendengar pengakuan Amaya itu. Berarti selama aku tdk bertepuk sebelah tangan. Aku selalu membayangkan kemolekan tubuh Amaya dlm masturbasiku, sementara dia jg membayangkan kugeluti dlm onaninya.
“Bobby-san… kamu seperti yg kubayangkan. Kamu jantan… kamu perkasa… dan kamu berhasil membawaku ke puncak orgasme. Luar biasa nikmatnya…”
Aku bangga mendengar ucapan Amaya. Dadaku serasa mengembang. Dan bagai anak kecil yg suka pujian, aku ingin menunjukkan bahwa aku lebih perkasa dari dugaannya. Perempuan Jepang harus kewalahan menghadapi laki-laki Indonesia. Perempuan Jepang harus mengakui kejantanan dan keperkasaan pria Indonesia.
Kebetulan aku saat ini baru setengah perjalanan pendakianku di saat Amaya sdh mencapai orgasmenya. Penisku masih tegang di dlm meqinya. Penisku masih besar dan keras, yg harus menyemprotkan pelurunya agar kepalaku tdk pusing.
Aku kembali mendekap tubuh mulus Amaya, yg di bawah sinar lampu kuning kulit tubunya tampak kuning dan licin. Penisku mulai bergerak keluar-masuk lagi di meqi Amaya, namun masih dgn gerakan perlahan. Dinding meqi Amaya secara berangsur-angsur terasa mulai meremas-remas penisku. Terasa hangat dan enak. Namun sekarang gerakan penisku lebih lancar dibandingkan dgn tadi. Pasti karena adanya cairan orgasme yg disemprotkan oleh meqi Amaya beberapa saat yg lalu.
“Ahhh… Bobby-san… kau langsung memulainya lagi… Sekarang giliranmu… semprotkan air manimu ke dinding-dinding meqiku… Sssh…,” Amaya mulai mendesis-desis lagi.
Bibirku mulai memagut bibir merekah Amaya yg amat sensual itu dan melumat-lumatnya dgn gemasnya. Sementara tangan kiriku ikut menygga berat badanku, tangan kananku meremas-remas toket montok Amaya serta memijit-mijit putingnya, sesuai dgn irama gerak maju-mundur penisku di meqinya.
“Sssh… sssh… sssh… enak Bob, enak… Terus… teruss… terusss…,” desis bibir Amaya di saat berhasil melepaskannya dari serbuan bibirku.
Desisan itu bagaikan mengipasi gelora api birahiku.
Sambil kembali melumat bibir Amaya dgn kuatnya, aku mempercepat genjotan penisku di meqinya. Pengaruh adanya cairan di dlm meqi Amaya, keluar-masuknya penis pun diiringi oleh suara,
“srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret…” Mulut Amaya di saat terbebas dari lumatan bibirku tdk henti-hentinya mengeluarkan rintih kenikmatan,
“Bob… ah… Bob… ah… Bob… hhh… Bob… ahh…”
Penisku semakin tegang. Kulepaskan tangan kananku dari toketnya. Kedua tanganku kini dari ketiak Amaya menyusup ke bawah dan memeluk punggung mulusnya. Tangan Amaya pun memeluk punggungku dan mengusap-usapnya. Aku pun memulai serangan dahsyatku. Keluar-masuknya penisku ke dlm meqi Amaya sekarang berlangsung dgn cepat dan bertenaga. Setiap kali masuk, penis kuhunjamkan keras-keras agar menusuk meqi Amaya sedalam-dalamnya. Dlm perjalanannya, penisku bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding meqi Amaya. Sampai di langkah terdalam, mata Amaya membeliak sambil bibirnya mengeluarkan seruan tertahan,
“Ak!” Sementara daging pangkal pahaku bagaikan menampar daging pangkal pahanya sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar meqi, penis kujaga agar kepalanya yg mengenakan helm tetap tertanam di lobang meqi. Remasan dinding meqi pada penisku pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dgn gerak masuknya. Bibir meqi yg mengulum penisku pun sedikit ikut tertarik keluar, seolah tdk rela bila sampai ditinggal keluar oleh penisku. Pada gerak keluar ini Bibir Amaya mendesah, “Hhh…”
Aku terus menggenjot meqi Amaya dgn gerakan cepat dan menghentak-hentak. Remasan yg luar biasa kuat, hangat, dan enak sekali bekerja di penisku. Tangan Amaya meremas punggungku kuat-kuat di saat penisku kuhunjam masuk sejauh-jauhnya ke lobang meqinya. Beradunya daging pangkal paha menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara penisku dan meqi Amaya menimbulkan bunyi srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrt… Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecil yg merdu yg keluar dari bibir Amaya:
“Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…”
Penisku terasa empot-empotan luar biasa. Rasa hangat, geli, dan enak yg tiada tara membuatku tdk kuasa menahan pekikan-pekikan kecil:
“Amaya… Amaya… sugoi… sugoi… Enak sekali Amaya… Meqimu enak sekali… Meqimu hangat sekali… sugoi… jepitan meqimu enak sekali…”
“Bob… Bob… terus Bob…,” rintih Amaya,
“enak Bob… enaaak… Ak! Ak! Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…”
Tiba-tiba rasa gatal menyelimuti segenap penjuru penisku. Gatal yg enak sekali. Aku pun mengocokkan penisku ke meqinya dgn semakin cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke dlm, penisku berusaha menusuk lebih dlm lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya. Rasa gatal dan rasa enak yg luar biasa di penis pun semakin menghebat.
“Amaya… aku… aku…” Karena menahan rasa nikmat dan gatal yg luar biasa aku tdk mampu menyelesaikan ucapanku yg memang sdh terbata-bata itu.
“Bob… Bob… Bob! Ak-ak-ak… Aku mau keluar lagi… Ak-ak-ak… aku ke-ke-ke…”
Tiba-tiba penisku mengejang dan berdenyut dgn amat dahsyatnya. Aku tdk mampu lagi menahan rasa gatal yg sdh mencapai puncaknya. Namun pada saat itu jg tiba-tiba dinding meqi Amaya mencekik kuat sekali. Dgn cekikan yg kuat dan enak sekali itu, aku tdk mampu lagi menahan jebolnya bendungan dlm alat kelaminku.
Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala penisku terasa disemprot cairan meqi Amaya, bersamaan dgn pekikan Amaya, “…keluarrrr…!” Tubuh Amaya mengejang dgn mata membeliak-beliak.
“Amaya…!” aku melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuh Amaya sekuat-kuatnya, seolah aku sedang berusaha meremukkan tulang-tulang punggungnya dlm kegemasan. Wajahku kubenamkan kuat-kuat di lehernya yg jenjang. Cairan spermaku pun tak terbendung lagi. Crottt! Crottt! Crottt! Spermaku bersemburan dgn derasnya, menyemprot dinding meqi Amaya yg terdalam. Penisku yg terbenam semua di dlm kehangatan meqi Amaya terasa berdenyut-denyut.
Beberapa saat lamanya aku dan Amaya terdiam dlm keadaan berpelukan erat sekali, sampai-sampai dari alat kemaluan, perut, hingga ke toketnya seolah terpateri erat dgn tubuh depanku. Aku menghabiskan sisa-sisa sperma dlm penisku. Cret! Cret! Cret! Penisku menyemprotkan lagi air mani yg masih tersisa ke dlm meqi Amaya. Kali ini semprotannya lebih lemah.
Perlahan-lahan baik tubuh Amaya maupun tubuhku tdk mengejang lagi. Aku kemudian menciumi leher mulus Amaya dgn lembutnya, sementara tangan Amaya mengusap-usap punggungku dan mengelus-elus rambut kepalaku. Aku merasa puas sekali berhasil bermain sex dgn Amaya. Pertama kali aku bermain seks, bidadari lawan mainku adalah perempuan jepang yg bertubuh tinggi dan kenyal, berkulit putih mulus, bertoket besar dan padat, berpinggang ramping, dan berpinggul besar serta aduhai. Tdk rugi air maniku diperas habis-habisan pada pengalaman pertama ini oleh orang semolek Amaya.
“Bobby-san… Terima kasih Bob. Puas sekali saya. Indah sekali… sungguh… kimochi yokatta,” kata Amaya lirih.
“Malam ini tidur di sini saja ya, Bob?”
Aku tdk memberi kata jawaban. Sebagai jawaban, bibirnya yg indah itu kukecup mesra. Amaya kemudian mengambil dua buah bantal tipis serta sebuah selimut besar dari dlm rak futon. Aku dan dia tidur bersama tanpa mengenakan selembar pakaian pun di bawah satu selimut. Dia meletakkan kepalanya di atas dadaku yg bidang, sedang tangannya melingkar ke badanku. Bau harum bir yg dia minum masih terpancar dari udara pernafasannya.