Minggu, 11 Desember 2016

Seharusnya ini tak terjadi mak


Sulastri dan Haryo tinggal menyewa rumah di sebuah kampung. Surya, berumur 51 tahun yg bekerja sebagai buruh kontrak menebang hutan seringkali masuk ke hutan hingga berhari-hari lamanya, malah kadang kala hingga sebulan tak pulang ke rumah. Manakala Sulastri pula, 48 tahun, menjadi ibu rumah tangga sepenuh waktu menjaga anaknya Syifa yg masih duduk di bangku sekolah dasar. Anaknya Mansyur, atau sering dipanggil Rosid oleh temannya yg berumur 20 tahun bekerja di bengkel motor yg terletak selang 2 buah rumah dari rumahnya. Jarak umur Rosid dengan adiknya memang jauh, malah Sulastri dan Haryo sendiri tdk menygka bahwa mereka masih boleh menimang buah hati setelah sekian lama diterka hanya Rosid sajalah anak tunggalnya.

Kerja Rosid sebagai mekanik dimulai sejak dia menamatkan sekolah kejuruannya. Lantaran masalah keuangan keluarganya, dia tdk dapat melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Demi membantu keluarga, Rosid bekerja di bengkel pak Abu. Berawal sebagai anak suruhan, Rosid kini sudah pandai memperbaiki motor, hasil didikan pak Abu yg percaya dan yakin dengan keahlian terpendam Rosid. Uang gajinya selalu digunakan untuk membantu ibu dan adiknya membeli kebutuhan lantaran bapaknya, Haryo yg jarang pulang ke rumah karena bertugas di pedalaman dan jauh dari rumah.
Sulastri yg merupakan ibu rumah tangga, masih cantik wajahnya. Berwajah putih berseri dengan tahi lalat di kiri dagunya, sering memakai kerudung ketika keluar rumah, menyembunyikan rambutnya yg pendek sebahu. Selalu juga Sulastri merasakan kesepian menikmati hubungan suami isteri lantaran hidupnya yg selalu ditinggalkan suami.
Namun apa daya, dia tetap meneruskan hidup bersama anak-anaknya. Malah, Sulastri juga pernah berniat untuk selingkuh demi tuntutan nafsu yg seringkali sulit untuk dibendung, namun hati baiknya berkata tdk, lantaran statusnya sebagai isteri orang. Sulastri tahu, hanya pinggulnya yg besar dan montok itulah senjatanya lantaran bentuknya yg memang semok dan menggoda.
Walau pun dia cantik, bertubuh semampai namun padat berisi, toket yg besar (36 C) sedikit melayut karena telah berumur, perut yg agak buncit, paha dan pantat yg lebar namun karena telah berumur itulah memberi kemungkinan bahwa tak ada siapapun yg bernafsu kepadanya. Ini mendorong Sulastri untuk memendamkan saja kesepiannya sendirian. Sejak suaminya masuk ke hutan 2 minggu lalu, dia tdk pernah merasakan kenikmatan seksual. Pernah juga dia mencoba masturbasi sendirian, tdk nikmat rasanya, jadi, dipendamlah saja perasaan birahinya.
Namun, sudah hendak menjadi cerita, pada suatu pagi yg indah, Syifa pergi untuk mengikuti kegiatan alam dari sekolahnya . Esok baru pulang ke rumah. Jadi tinggal hanya Sulastri dan Rosid saja di rumah. Oleh karena hari itu adalah hari Minggu, bengkel di tutup, maka Rosid mengambil keputusan untuk bangun siang di pagi yg indah itu. Sulastri yg sendirian menonton televisi merasa bosan karena tak ada teman berbagi cerita, dikarenakan anak keduanya Syifa sudah pergi bersama rombongan sekolahnya. Lantas dia teringat Rosid yg sedang tidur di kamarnya.
Sulastri masuk ke kamar Rosid, dilihatnya anaknya itu masih berselimut di atas tempat tidur. Di gerakkan kakinya supaya bangun dari tidur. Dengan mata yg malas, Rosid membuka mata. Terlihat emaknya sedang berdiri di pinggir tempat tidur meperhatikannya.
“Rosid, dah pukul 9.00 pagi ni. Kenapa tak bangun, Mak bosan sendirian.” Kata Sulastri .
“Hmmm… bentar lagi Rosid bangun…” kata Rosid sambil kembali melelapkan matanya.
“Ayo bangun, sbentar lagi kalau mak datang tak bangun, mak siram dengan air.” Kata Sulastri sambil tersenyum dan berlalu dari kamar anak bujangnya.
Rosid, yg terjaga itu sukar hendak melelapkan matanya kembali. Terlalu sayang rasanya hendak meninggalkan tempat tidur di pagi hari Minggu yg dingin itu. Kabut yg masih menerawang menyejukkan suasana. Batang penis Rosid yg jadi keras sendiri setelah bangun tidur menongkat selimut yg di pakainya. Perlahan-lahan di urut batang penisnya dari luar selimut, fikirannya terbayang Nur, anak pak Haji Ali yg selalu menjadi bayangan onaninya itu.
Tiba-tiba emaknya muncul kembali. Rosid pun pura-pura tidur karena takut emaknya tahu kelakuannya yg sedang mengurut batang penisnya yg sedang ngacung menongkat selimut itu.
“Ish.. ish.. ish… masih tak bangun lagi si bujang ni…” bisik hati Sulastri .
Namun, perhatiannya tertarik kepada bonjolan yg menongkat tinggi selimut anaknya. Serta merta perasaannya berdebar. Naluri kebirahian seorang wanita yg membutuhkan sentuhan nafsu itu terus bangkit melihat kain yg menyelimuti anaknya di tongkat batang penis anaknya yg sedang keras itu. Niatnya yg hendak mengejutkan Rosid serta merta mati, apa yg ada di fikirannya adalah, gelora ingin melihat batang penis keras milik anaknya.
Sulastri yg menygka anaknya masih tidur itu perlahan-lahan duduk di tepi tempat tidur. Tangannya terasa ingin sekali memegang batang penis yg sedang keras menegak itu. Sudah lama rasanya dia tdk dapat memegang batang penis suaminya. Keinginannya telah mendorong Sulastri untuk memberanikan diri memegang batang penis Rosid. Batang penis Rosid di pegangnya lembut. Kekerasan otot batang penis anaknya menambah kebirahian Sulastri untuk melihatnya lebih dekat.
Perlahan-lahan Sulastri membuka selimut Rosid, maka terpampanglah tubuh Rosid yg tidur tanpa seurat benangpun di hadapan matanya. Batang penis Rosid yg sudah tdk tertutup itu di usapnya lembut. Hampir sama dengan batang penis milik suaminya. Sulastri mengusap-usap batang penis Rosid dengan perasaan birahi. Nafsunya yg merindukan batang penis suaminya itu telah menghilangkan kewarasannya dan membuatnya lupa bahwa dia sebenarnya sedang bernafsu memegang batang penis anaknya sendiri.
Rosid yg pura-pura tidur itu, berdebar-debar merasakan batang penisnya dipegang emaknya. Dia tdk menygka emaknya berani memegang batang penisnya. Hendak di buka matanya, takut emaknya memarahinya pula karena terlambat bangun tidur dan menipu berpura-pura tidur. Jadi Rosid mengambil keputusan membiarkan saja perlakuan emaknya terhadap batang penisnya.
Sentuhan lembut tapak tangan dan jari jemari Sulastri di batang penis Rosid membangkitkan kenikmatan kepada Rosid. Batang penisnya menegang setegang-tegangnya dan ini memberikan sensasi kepada Sulastri untuk memegangnya lebih kuat lagi. Sulastri mengocok batang penis Rosid dengan nafasnya yg semakin terburu-buru. Bukan main senang rasanya merasakan batang penis lelaki, jadi, peluang sudah ada didepan mata, ini lah waktunya.
Rosid yg masih berpura-pura tidur itu benar-benar menikmati batang penisnya dikocokkan emaknya sendiri. Dia membiarkan emaknya mengocok batang penisnya dan di fikirannya terbayang Nur anak pak Haji Ali yg sedang mengocoknya. Kebirahiannya akhirnya memuncak dan membuat air maninya memancut keluar dari batang penisnya yg keras.
Sulastri yg terkagum-kagum dengan pancutan demi pancutan air mani anaknya, Rosid itu terus mengocokkan batang penis anaknya hingga tak ada lagi air mani yg keluar. Aroma air mani yg sudah lama tdk menusuk ke hidungnya memberikannya satu perasaan yg melambangkan sedikit kepuasan. Air mani anaknya yg melekit di tangannya di ciumnya dan di hirupnya sedikit demi sedikit dengan penuh nafsu. Rosid yg terkejut mendengar bunyi hirupan itu membuka sedikit matanya dan terlihat olehnya Sulastri sedang menjilat air maninya yg berlumur di tangan. Berdebar-debar perasaan Rosid ketika itu. Dia tdk menygka bahwa emaknya mampu bertindak seperti itu.
Sulastri yg puas merasakan air mani anaknya yg melekit di tangannya kembali bangun dari tempat tidur dan menyelimuti anaknya. Dia kemudian keluar dari kamar Rosid dan kembali ke ruang tamu menonton tv. Terasa sayang hendak mencuci tangannya. Bau air mani lelaki yg dirindui itu terasa sayang hendak dihilangkan dari tangannya. Kalau boleh, dia ingin tangannya terus melekat dengan air mani anaknya itu selama-lamanya. Perasaan bersalah ada sedikit terpikirkan, namun, baginya ia tdk perlu dirisaukan karena perbuatannya itu tdk disadari anaknya. Dia melakukannya ketika anaknya sedang terlelap tidur.
Namun berbeda pula bagi Rosid, dia benar-benar tdk menygka bahwa batang penisnya di kocokkan oleh emaknya sendiri. Malah, air maninya juga dinikmati dengan nikmat di hadapan matanya sendiri. Rosid terasa malu kepada diri sendiri, juga kepada emaknya. Namun kenikmatan yg baru saja di nikmati secara tiba-tiba membangkitkan seleranya dan kalau boleh dia ingin emaknya melakukannya lagi, tetapi perasaan hormatnya sebagai anak serta merta mematikan hasratnya. Baginya, yg lebih baik adalah, merahasiakan perkara ini dan membiarkan emaknya masih menganggap bahwa dirinya sedang tidur ketika kejadian itu berlangsung.
Hari itu, mereka anak beranak berlagak seperti tak terjadi apa-apa. Masing-masing membuat kesibukan sendiri. Namun di hati masing-masing, hanya tuhan saja yg tahu…
Pada sore harinya, Sulastri yg selesai mengangkat pakaian dari jemuran terlihat kelibat anaknya yg sedang terbaring di sofa. Bunyi tv masih terdengar namun tdk pasti apakah anaknya sedang tidur atau tdk. Perlahan-lahan dia menghampiri anaknya dan dia melihat mata anaknya terpejam rapat. Terlintas di fikirannya ingin mengulangi kembali saat-saat indah menikmati batang penis keras anaknya di dalam genggamannya.
Sementara itu, Rosid yg terbaring di sofa sebenarnya tdk tidur. Dia sebenarnya ingin memancing emaknya karena kenikmatan batang penisnya dikocok pagi tadi mendorongnya untuk menikmatinya sekali lagi. Dia tahu emaknya ragu-ragu memastikan apakah dirinya sedang tidur. Jadi Rosid sengaja mematikan dirinya di atas sofa.
Sulastri sadar, inilah waktunya yg paling sesuai untuk melepaskan nafsunya. Tanpa segan lagi, Sulastri menyelak celana pendek tipis anaknya. Batang penis anaknya yg gemuk dan panjang itu di pegang dan terus di kocoknya. Tdk sampai semenit, batang penis anak bujangnya itu sudah mengeras di dalam genggamannya. Sulastri berkali-kali menelan air liur melihat batang penis yg keras di hadapan matanya itu. Semakin di kocok semakin galak kerasnya. Kepala batang penis Rosid yg kembang berkilat bak kepala cendawan itu di mainkan dengan ibu jarinya. Rosid sedikit menggeliat karena ngilu. Serta merta Sulastri memperlambat kocokkannya karena takut Rosid akan terbangun.
Sulastri sadar, seleranya kepada batang penis anak lelakinya itu meluap-luap di lubuk nafsunya. Dia tahu risiko melakukan perbuatan terkutuk itu, lebih-lebih lagi bersama darah dagingnya sendiri. Sulastri menggigit bibirnya gemas. Sulastri tdk peduli, tekaknya seolah berdenyut ketagihan melihat batang penis tegang anaknya di depan mata. Nafasnya semakin naik. Sulastri akhirnya membuat keputusan nekat. Birahinya yg sudah semakin hilang arah itu membuat dia berani membenamkan batang penis anaknya ke dalam mulutnya yg lembab itu.
Rosid sekali lagi menggeliat kenikmatan. Batang penisnya yg sedang di pegang emaknya tiba-tiba merasakan memasuki lubang yg hangat dan basah. Perlahan-lahan dia membuka matanya kecil. Dilihatnya batang penisnya kini sudah separuh hilang di dalam mulut emaknya. Terlihat olehnya raut muka emaknya yg masih cantik itu sedang mengulum batang penisnya dengan matanya yg tertutup. Hidung emaknya kelihatan kembang kempis bersama deru nafas yg semakin cepat. Inilah pertama kali Rosid merasakan bagaimana nikmat batang penisnya di nikmati mulut wanita. Kenikmatan yg dirasakan membuatnya tdk peduli siapa wanita yg sedang mengulum batang penisnya itu. Lebih-lebih lagi, itu bukan dilakukan secara paksa. Rosid cepat-cepat kembali memejamkan matanya apabila dilihat emaknya seakan ingin membuka mata.
Sulastri yg yakin anaknya tidur, perlahan-lahan menghisap batang penis anaknya. Perlahan-lahan dia menghirup air liurnya yg meleleh di batang penis anaknya. Penuh mulut Sulastri menghisap batang penis Rosid. Semakin lama Sulastri menghisap batang penis Rosid, semakin dia lupa bahwa dia sedang menghisap batang penis anaknya sendiri. Perasaan Sulastri yg diselubungi nafsu membuatkan dia semakin galak menghisap batang penis anaknya. Batang penis keras yg penuh menusuk lelangit mulutnya dirasakan sungguh menggairahkan, air pelumas anaknya yg menyatu dengan air liurnya dirasakan sungguh membangkitkan selera. Sudah lama benar dia tdk menikmati batang penis suaminya. Dirinya seolah-olah seperti seorang anak kecil yg senang setelah mendapat pemainan baru.
Rosid semakin tdk tahan. Hisapan ibunya di batang penisnya yg keras menegang itu membuat Rosid semakin tak karuan. Dia nekat, apa yg terjadi, jadilah. Dia tak dapat bertahan lagi berpura-pura tidur seperti itu. Akhirnya disaat air maninya hendak meledak. Rosid memberanikan dirinya memegang kepala emaknya, Sulastri . Kepala ibu kandungnya yg sedang galak turun naik menghisap batang penisnya itu di pegang dan di tarik rapat kepadanya, membuatkan batang penisnya terbenam jauh ke tekak Sulastri , ibu kandungnya.
Sulastri terkejut, jantungnya tiba-tiba berdegup kencang. Serta merta dia merasakan teramat malu apabila disadarinya, anaknya sadar dengan perbuatannya, malah, anaknya memegang kepalanya sementara batang penis anaknya itu semakin terbenam jauh ke dalam mulutnya. Sulastri coba menarik kepalanya dan coba mengeluarkan batang penis anaknya dari mulutnya namun dia gagal. Rosid menarik kepala Sulastri serapat mungkin ke tubuhnya dan serentak itu, memancut-mancut air mani Rosid memenuhi mulut Sulastri . Rosid benar-benar kenikmatan.
Sulastri yg sadar, batang penis anaknya itu sedang memuntahkan air mani di dalam mulutnya terus diam tdk meronta. Dia membiarkan saja mulutnya menerima pancutan demi pancutan panas air mani anaknya hingga tdk dapat ditampung oleh mulutnya itu. Sulastri tak ada pilihan, dia tdk dapat melepas kepalanya agar batang penis anaknya memancut di luar mulutnya. Maka, dalam keterpaksaan, berdegup-degup Sulastri meneguk air mani anaknya yg menerjang kerongkongannya. Cairan pekat yg meledak dari batang penis anak bujangnya yg dihisap itu di telan sepenuhnya bersama air mata yg mulai mengalir ke pipinya.
Pautan tangan Rosid di kepala emaknya semakin longgar, seiring dengan air maninya yg semakin habis memancut dari batang penisnya. Sulastri mengambil peluang itu dengan terus menarik kepalanya hingga terlepas batang penis Rosid dari mulutnya. Segera Sulastri bangun dan berlari ke kamar. Rosid yg tiba-tiba merasakan penyesalan itu segera bangun ke kamar emaknya. Pintu kamar emaknya terkunci dari dalam. Rosid mengetuk pintu perlahan berkali-kali sambil suaranya lembut memanggil emaknya. Namun hanya suara isakan emaknya di dalam kamar yg di dengarnya.
“Makk… Maaf makk… Rosid minta maaf mak… Rosid tak sengaja makk… Mak…” Rayu Rosid di luar kamar emaknya.
Sementara di dalam kamar, Sulastri sedang tertelungkup di atas tempat tidur. Membenamkan mukanya ke bantal dengan air matanya yg semakin bercucuran jatuh. Rasa penyesalan akibat pengaruh nafsu telah membuat dirinya seolah hilang harga diri hingga melakukan perbuatan terkutuk itu dengan anak kandungnya sendiri. Sulastri benar-benar menyesal atas segala perbuatannya. Dia sadar, ini semua bukan salah anaknya. Ini semua salahnya. Sulastri tersedu-sedu menenangkan tangisnya di atas tempat tidur sendirian, membiarkan anaknya, Rosid sendirian membujuk minta maaf di luar kamarnya.
Rosid.. mari makan nak…. “ ajak Sulastri kepada Rosid di pintu kamar anaknya.
Rosid yg sedang termenung di tepi tempat tidur seolah tdk menghiraukan emaknya. Fikirannya merasa bersalah dan malu atas apa yg telah terjadi sore tadi. Sulastri sadar perubahan sikap anaknya. Dia terus duduk rapat di sebelah Rosid. Jari jemarinya memegang telapak tangan Rosid. Di remas lembut jari jemari Rosid.
“Mak.. Rosid merasa bersalah mak… Rosid minta maaf makk…” kata Rosid sambil matanya masih terus menatap kosong ke lantai.
“Rosid…. Mak yg seharusnya minta maaf.. Rosid gak salah, kalau bukan mak yg mulai, perbuatan ini takkan terjadi…” kata Sulastri .
Mereka terdiam seketika. Suasana sepi malam seolah memberikan ruang untuk ibu dan anak itu berbicara secara pribadi dari hati ke hati. Sulastri menarik tangan Rosid yg digenggamnya ke atas pahanya yg padat berisi. Jari jemari anaknya di remas lembut, penuh kasih sayang seorang ibu kepada anak.
“Mak…. Kenapa begini mak … mmm.. boleh Rosid tahu?…. “ Tanya Rosid sedikit gugup.
Sulastri terdiam sejenak. Otaknya cepat mencari jawaban untuk pertanyaan yg terlalu sensitif dari anaknya itu. Secara tak langsung, dia gugup ingin menjawabnya. Tangannya yg memegang tangan anaknya di atas paha yg lembut itu semakin di tarik ke arah memeknya. Fikirannya berkecamuk, buntu.
“Mak… kenapa mak…” sekali lagi Rosid bertanya kepada Sulastri .
“Rosid… susah mak mau bilang… masalah perempuan… nanti Rosd pasti tau … “ kata Sulastri ringkas dan dia terus berdiri lalu keluar dari kamar Rosid, meninggalkan anaknya diam sendirian.
Rosid keliru dengan jawaban emaknya. Akal mudanya tdk terlalu memahami objektif jawaban emaknya. Dia hanya mampu melihat emaknya pergi keluar dari kamarnya meninggalkannya sendiri bersama seribu satu pertanyaan di kepala. Pantat lebar emaknya yg semok itu terlihat melenggok ketika melangkah keluar. Rosid menelan air liur melihat harta berharga milik emaknya. Hatinya berdebar, perasaannya tiba-tiba berkecamuk.
Rasa kasihan dan sayang kepada emaknya yg sebelum ini terbit dari hatinya secara tiba-tiba di hinggapi oleh perasaan nafsu yg terlalu malu bagi dirinya untuk dipikirkan. Rosid lantas beranjak ke dapur, terlihat emaknya sedang duduk di meja makan. Mata emaknya seolah merenung kosong, hidangan makan malam yg telah disediakan di atas meja. Perlahan-lahan Rosid menghampiri emaknya, di pegangnya kedua bahu emaknya lembut. Rosid menunduk dan bibirnya menghampiri telinga emaknya.
“Mak… Rosid janji, Cuma kita berdua yg tau…. Mak janganlah risau… Rosid sayang mak… “ bisik Rosid di telinga emaknya.
Sulastri merasakan sejuk hatinya mendengar kata-kata Rosid yg lembut itu. Jari jemari Rosid yg sedang memegang bahunya terasa sungguh berbeda. Hembusan nafas di telinganya membangkitkan bulu roma Sulastri . Perasaan berdebar-debar menyelinap ke dadanya bersama selautan rasa sayang yg tinggi menggunung kepada anak bujangnya itu. Sulastri menoleh perlahan memandang wajah Rosid yg hampir rapat di pipinya. Sikap Rosid kepadanya seolah mengisi sedikit kekosongan batinnya yg merindukan belaian lelaki, yaitu suaminya.
Wajah mereka saling berhadapan. Rosid mengukir senyuman yg ikhlas di bibirnya, begitu juga Sulastri . Pipi halus Sulastri di usap Rosid dengan lembut. Sulastri memejamkan matanya. Bibirnya yg lembab dan tipis terbuka sedikit. Rosid yg seperti di pukau dengan bisikan gendang setan itu pun tanpa ragu-ragu membenamkan mulutnya mengecup bibir emaknya. Mereka berkecupan, penuh kasih sayang. Perasaan yg sejak awalnya kasih sayang antara ibu dan anak akhirnya bertukar menjadi perasaan kasih sayang yg berlambangkan seks yg saling memenuhi dan memerlukan.
Tangan Sulastri perlahan-lahan mengusap rambut anak bujangnya yg sedang hangat mencumbui bibirnya. Bibir Sulastri lihai memagut bibir Rosid yg nampaknya masih tdk mahir dalam permainan manusia dewasa itu. Nafas masing-masing saling bertukar silih berganti. Degup jantung dua insan itu semakin kencang, seiring dengan deru nafsu yg semakin bergelora. Sulastri semakin lemah, dia terus memeluk tubuh Rosid. Tertunduk Rosid di peluk emaknya, mulutnya masih mengecup bibir emaknya. Gairah Rosid kembali bangkit, lebih-lebih lagi apabila bayangan emaknya menghisap batang penisnya di pagi dan sore hari itu silih berganti di kotak fikiran.
Rosid semakin berani melangkah, tangannya yg tadi memegang bahu emaknya kini menjalar ke toket emaknya yg masih berbalut kaos. Kekenyalan toket emaknya yg tdk memakai bra itu dirasakan sungguh mengasyikkan. Puting emaknya yg semakin keras dan menonjol di permukaan kaos dipelintir lembut berulang kali, Sulastri semakin terangsang dengan tindakan anaknya itu. Ini mendorong Sulastri untuk meraba dada anaknya yg bidang itu. Tangannya kemudian turun ke pinggang anaknya dan seterusnya dia menangkap sesuatu yg keras dan membonjol menusuk sarung yg dipakai anaknya.
Batang penis Rosid yg semakin keras di dalam kain sarung di genggam Sulastri . Di genggam batang penis anaknya penuh nafsu. Perasaan penuh nafsu yg melanda Sulastri mendorongnya untuk mengulangi sekali lagi perbuatannya seperti di waktu siang tadi. Sulastri melepaskan kecupan di bibir anaknya. Senyuman terukir di wajahnya, mempamerkan rasa birahi yg tak terbendung lagi. Sulastri melepaskan kain sarung Rosid, maka jatuhlah kain sarung yg Rosid pakai ke lantai dan sekaligus memperlihatkan batang penisnya yg keras dan berotot itu tegak mengacung ke wajah emaknya. Sulastri tau kehendak Rosid. Malah, dia juga menginginkannya juga. Perlahan-lahan Sulastri membenamkan batang penis keras Rosid ke dalam mulutnya.
Rosid memperhatikan perbuatan emaknya tanpa malu lagi. Sedikit demi sedikit batang penisnya di lihat tenggelam ke dalam mulut emaknya yg menggemaskan. Tahi lalat di dagu emaknya menambah kecantikan emaknya yg sedang menghisap perlahan batang penisnya.
Sulastri semakin galak menghisap batang penis anaknya. Perasaan keibuan yg sepatutnya dicurahkan kepada anaknya sama sekali hilang. Nafsu dan kerinduan batinnya menguasai akal dan fikiran membuatnya hilang pertimbangan hingga terjerumus permainan nafsu bersama anak kandungnya sendiri. Sulastri benar-benar tenggelam dalam arus birahi.
Batang penis anaknya yg di hisap dan keluar masuk mulutnya benar-benar memberikan sensasi kelezatan menikmati batang penis lelaki yg di rindui selalu. Setiap lengkuk batang penis anaknya di hisap dan dinikmati penuh perasaan. Tangan kirinya mengusap-usap memeknya dari luar kain batik. Sungguh terlena dirinya dirasakan ketika itu, dahaga batin yg selama ini membelenggu jiwanya terasa seolah terbang jauh bersama angin. Dirinya merasakan begitu dihargai. Jiwanya semakin tenteram dalam gelora nafsu.
Rosid pula benar-benar menikmati betapa nikmat merasakan batang penisnya di hisap oleh emaknya. Wajah emaknya yg sedang terpejam menikmati batang penisnya penuh nafsu itu memberikan satu kenikmatan yg sulit untuk di ucapkan. Matanya tertuju kepada tangan emaknya yg sedang menggosok-gosok memeknya. Kain batik yg dipakai emaknya terlihat merosot ke bawah akibat kelakuan emaknya. Paha montok emaknya yg kelihatan lembut dan membangkitkan selera Rosid.
Serta merta Rosid menarik batang penisnya keluar dari mulut emaknya. Rosid terus menunduk mengecup emaknya dan sekaligus dia memeluk tubuh emaknya. Sulastri membalas perlakuan Rosid dengan kembali mengecupinya. Sambil bibirnya mengecup emaknya, Rosid menarik Sulastri agar berdiri dan Sulastri terdorong untuk mengikuti kemauan Rosid.
Mereka pun sama-sama berdiri dan berpelukan erat, dengan bibir masing-masing yg berkecupan penuh birahi. Rosid mengusap selangkangan emaknya. Kain batik lusuh yg menutupi memek emaknya terasa basah akibat lendir nafsu yg semakin banyak membanjiri lorong nikmat kewanitaan emaknya. Rosid menyelak kain batik emaknya ke atas, mencoba mengarahkan batang penis mudanya memasuki lubang memek emaknya.
Sulastri tahu keinginan anaknya. Sambil tersenyum, dia menyingkap kain batiknya ke atas dan berbalik menghadap meja makan, mempamerkan pantatnya yg tdk memakai celana dalam kepada anaknya. Rosid seperti terpukau menatap pantat emaknya yg putih mulus dan bulat montok di hadapan matanya. Pantat lebar emaknya di usap dan di remas penuh nafsu. Usapannya kemudian semakin bernafsu, dari pinggang turun ke paha, kelentikan pinggang emaknya yg seksi benar-benar membakar nafsunya.
Sementara Sulastri memegang batang penis Rosid yg mengacung di belakangnya. Tanpa segan, Sulastri menarik batang penis Rosid agar mengambil posisi yg memudahkan mereka menjalankan misi yg selanjutnya. Batang penis Rosid di tarik hingga terselip di celah kelengkangnya. Rosid yg membiarkan saja tindakan emaknya itu terdorong ke depan memeluk belakang tubuh emaknya dan batang penisnya terus menyelinap ke celah selangkang emaknya yg sudah terlalu licin dan becek dengan lendir nafsu.
Sulastri menunggingkan tubuhnya dan tubuhnya maju mundur menggesek batang penis Rosid di celah selangkangnya. Rosid yg pertama kali menikmati pengalaman mengasyikkan itu semakin terbakar birahinya. Tangannya tak henti meraba dan meremas pantat lebar emaknya yg montok menyentuh perutnya. Sulastri sudah tdk sabar lagi, tangannya segera mencapai batang penis Rosid yg keras di alur selangkangnya dan mengarahkannya masuk ke mulut lubang kenikmatan miliknya. Dia sudah tdk peduli batang penis siapa yg sedang dipegangnya itu. Dengan sekali sentak saja, tubuhnya dengan mudah menerima seluruh daging keras anaknya menerobos lubang memek nya yg sudah lama merindukan tusukan batang penis lelaki.
Rosid dan Sulastri saling menahan nafas, terdiam menikmati batang penis dan lubangnya bertemu. Sulastri membiarkan batang penis hangat Rosid terendam di lubuk kewanitaannya. Statusnya sebagai ibu kepada anak lelakinya itu sudah hilang begitu saja. Nafsu benar-benar menghilangkan kewarasannya sebagai ibu, hingga sanggup menyerahkan seluruh tubuhnya, malah mahkota kewanitaan yg selama ini hanya dinikmati oleh suaminya seorang, dinikmati oleh anaknya atas keinginannya dan kerelaannya sendiri. Sulastri benar-benar menikmati batang penis anaknya menusuk-nusuk pangkal lubang nikmatnya. Dia mengemut batang penis anaknya semau hatinya, terasa seperti ingin melumat batang penis itu di dalam memek nya.
Manakala Rosid benar-benar menikmati kemutan yg dirasakan oleh batang penisnya di liang senggama emaknya yg hangat itu. Seluruh otot batang penisnya yg mengembang keras terasa dihimpit oleh dinding daging yg lembut dan licin. Terasa seolah batang penisnya di hisap oleh memek emaknya. Rosid kemudian perlahan-lahan memompa batang penisnya hingga kepalanya yg berkembang besar itu menggesek pangkal memek wanita yg seharusnya disanjung sebagai ibu.
Perasaan sayang Rosid yg sebelum itu sekedar hubungan anak kepada ibu semakin dihantui nafsu yg membara. Birahi yg diciptakan ibunya mendorong Rosid untuk menyaygi ibunya seolah seorang kekasih, yg rela memberikan kenikmatan persetubuhan sumbang antara darah daging. Rosid tahu, dari lubang yg sedang di pompanya itulah dirinya keluar dahulu. Namun kini lubang itu sekali lagi dia masuki dengan penuh kerelaan, hanya cara dan permainan perasaan saja yg berbeda.
Begitu juga Sulastri , terfikir juga di benaknya, bahwa batang penis lelaki yg sedang dinikmati di liang senggamanya itu adalah milik seorang bayi yg keluar dari liang senggamanya dahulu. Namun kini, bayi itu sudah besar dan kembali memasuki liang senggamanya atas desakan batinnya sendiri. Perasaan birahi Sulastri yg selama ini terpendam terasa seolah ingin meletup di dalam dirinya. Keringat semakin deras mengalir di dahi dan tubuhnya bersama nafas yg semakin cepat dan memburu.
Batang penis yg semakin galak dan cepat menompa memeknya semakin menenggelamkan Sulastri dalam lautan nafsu. Akhirnya Sulastri menikmati puncak kenikmatan. Sulastri merasakan tubuhnya menegang karena klimaks yg telah dia tunggu-tunggu. Tubuhnya bergetar bersama ototnya yg mengejang. Batang penis anaknya yg menusuk lubang memeknya dari belakang di himpit penuh. Pantatnya semakin di lentikkan agar batang penis itu semakin kuat menghentak dasar memeknya. Sulastri benar-benar hilang akal. Dia benar-benar dipuncak segala nikmat yg selama ini dirindukan.
Rosid hanya memperhatikan perubahan demi perubahan pada tubuh emaknya. Dia tahu, emaknya baru saja mengalami satu kenikmatan yg terlalu nikmat. Belakang baju kaos emaknya nampak basah dengan keringat.
“Rosid… terima kasih sayanggg…. Mak sayangg Rosidn… “ Kata Sulastri sambil menoleh kebelakang melihat Rosid yg masih berdiri gagah.
Rosid hanya tersenyum, tangannya meremas-remas lembut daging lembut di pinggul emaknya. Lemak-lemak yg menambah kemontokan dan kebesaran bokong emaknya di usap penuh kasih sayang. Sulastri tahu, Rosid butuh kenikmatan seperti dirinya. Sulastri melentikkan tubuhnya, sambil menekan batang penis Rosid agar tenggelam lebih dalam dan menusuk dasar memek. Bokongnya di gerakkan seperti penari dangdut di klab malam, membuat batang penis Rosid lebih menikmati gesekan dengan dinding memeknya. Rosid merintih kecil menahan gelora kenikmatan. Sulastri tau, Rosid menikmati perbuatannya.
“nikmat sayangg….?” Tanya Sulastri manja.
“Uhhh…. Ee.. nikmat mm..makk.. ooohhh…. “ jawab Rosid tersengal-sengal.
Batang penisnya semakin ditekan dalam. Tubuh emaknya yg padat berisi itu ditatap penuh nafsu. Sulastri sekali lagi menoleh melihat Rosid yg sedang bernafsu menatap tubuhnya.
“Mak cantik tak sayangg….? “ Tanya Sulastri menggoda anaknya.
“Oooohhhhh… mak cantikkk…. Mmm…mmakk… Rosid…. Ttt.. tak tahannn…. “ rintih Rosid tak tahan di goda emaknya.
“Nanti kalau mak mau lagi boleh….? “ Tanya Sulastri penuh kelembutan dan godaan kepada anaknya yg sudah semakin di ambang puncak kepuasan.
“Aaaahhhhh…. Makkkk…….. “ Rosid semakin tdk tahan melihat Sulastri tak henti menggodanya.
Tubuh Sulastri yg menungging di tepi meja itu memberikan sensasi birahi yg meluap-luap kepada Rosid. Dia benar-benar tdk menygka dirinya telah menyetubuhi emaknya. Pantat emaknya yg besar itu semakin menaikkan nafsu Rosid. Dia tdk mampu bertahan lagi. Malah, dia ingin meluapkan perasaannya kepada emaknya tentang apa yg diinginkannya, demi perasaannya yg benar-benar ingin menikmati kepuasan yg terlalu sulit untuk diungkapkan itu.
“Ooohhhhh…. Makkk… Pasti makkk… Rosid… ss.. sukaa tubuh makkk…. “ akhirnya Rosid meluapkan perasaannya yg ingin sekali diluapkan.
“Sayanggg…. Rosid anak makkk…. Rosiid sayangg…… “ Sulastri juga menikmati perasaan birahi yg sedang melanda Rosid.
“Makkk….. ooooooohhhhh….” Rintih Rosid.
“Croooott….. Croooott!!! Croooott….. “ akhirnya muncratlah benih jantan anak muda itu ke dalam rahim ibu kandungnya sendiri.
Rosid menikmati betapa nikmatnya melepaskan air mani di dalam liang kewanitaan emaknya. Air maninya banyak menyemprot keluar dari batang penisnya di dalam memek. Sulastri memejamkan mata menikmati air mani anaknya yg hangat memenuhi lubang memeknya. Dasar memeknya terasa disirami air hangat yg memenuhi segenap rongga kewanitaannya yg sepatutnya hanya untuk suaminya seorang.
Dalam posisi yg sama Sulastri masih terpejam matanya, menungging berpegangan di tepi meja makan. Kain batiknya yg diselakkan ke atas pinggang masih memperlihatkan pantatnya yg sedang dihimpit rapat oleh anaknya, menikmati keindahan dan kenikmatan menyetubuhi emaknya. Batang penis Rosid masih terendam di dalam lubuk birahi Sulastri , seolah begitu sayang untuk melepaskan saat-saat manis itu hilang begitu saja.
Perasaan kasih dan sayang yg selama ini diperuntukan untuk seorang ibu hilang bersama angin malam, diganti oleh perasaan kasih dan sayang yg sepatutnya hanya dimiliki oleh seorang kekasih. Sulastri kepuasan, dahaga batinnya yg selama ini dirindukan akhirnya terurai sudah. Kenikmatan yg dialami sebentar tadi sama sekali tdk disesali, malah dia benar-benar menghargainya.
Sulastri merelakannya, disetubuhi oleh darah dagingnya sendiri, demi kepentingan batinnya. Dia tahu, dirinya kini bukan lagi dimiliki oleh suaminya seorang, malah anaknya sendiri, yg sudah menikmati tubuhnya. Anaknya kini suaminya, yg didambakan belaian penuh nafsu untuk dinikmati melebihi dari suaminya. Demi nafsu dan kasih sayang yg semakin membara, Sulastri kini mencintai suami barunya….. anaknya…